Cerita kisah sex Ira 03




Pada hari yang telah direncanakan aku menghubungi Ira dan mengatakan pada Ira bahwa hari ini aku akan memperkenalkan temanku kepadanya. "Mas, sungguh-sungguh dengan rencana 'threesome' itu?" tanya Ira. Aku menjawab "Itu soal nanti yang penting kita bertiga ketemu dulu dan tentunya Ira sendiri yang harus memutuskan apakah akan dilanjutkan dengan acara 'threesome ' atau tidak." "Oke, Mas, jemput Ira di tempat biasa jam 11 ya", pinta Ira.

Jam 10.30 aku bersama Iwan meluncur untuk menjemput Ira. Sesampainya ditujuan, begitu Iwan melihat Ira, Iwan berkomentar "Gila tu binor (bini orang) keren banget, mengapa baru sekarang Man gue dikenalin." Aku kenalkan Iwan pada Ira, dan kita bertiga, Ira duduk di depan di sampingku, meluncur ke arah utara kota Jakarta. Selama diperjalanan Iwan secara aktif membuka pembicaraan dengan Ira untuk membuat suasana lebih akrab lagi antara dia dengan Ira. Tujuanku adalah sebuah motel di daerah Pluit yang bernama PT, di motel ini selain kamarnya bagus juga makanannya nikmat-nikmat.

Makan siang dilakukan di dalam kamar, dan selesai makan siang dilanjutkan dengan nonton laser disc sambil ngobrol-ngobrol. Pada waktu Ira selesai dari kamar mandi, dekat pintu kamar mandi aku sempat bertanya kembali kepada Ira apakah Ira mau lanjut dengan acara 'threesome' atau Ira merasa tidak cocok dengan Iwan. Ira menjawab "Iwan ganteng Mas, dan untuk acara.....", Ira diam, dan hanya tersenyum penuh arti kepadaku. Aku dapat menangkap isyaratnya. Ira mau untuk mencoba 'threesome' tetapi malu untuk mengatakannya.

Kembali ke kamar tidur, Ira duduk di sofa di samping Iwan, dan aku duduk di sebelah kanan Ira. Posisi duduk di sofa itu menjadi Ira duduk di tengah di apit oleh aku di sebelah kanan dan Iwan di sebelah kirinya. Film yang diputar melalui laser disc cukup seru, sebuah film drama percintaan dengan diselingi adegan-adegan ranjang yang halus tetapi cukup merangsang. Obrolan di antara kita bertiga semakin hidup, dan kelihatan kekakuan Ira dengan kehadiran Iwan sebagai kenalan barunya sudah mulai hilang.

Aku berpikir bahwa kini sudah saatnya untuk aku memulai berinisiatif "menyerang" Ira. Tanganku mulai mengelus paha putih Ira, Ira melirik kepadaku dan tersenyum cantik sekali. Elusan-elusan tanganku di atas paha putih Ira terus kulakukan yang dengan sekali-kali sengaja tanganku menyusup lebih tinggi lagi mendekati pangkal paha Ira. Hal itu kulakukan dengan mataku tetap menatap layar TV, dan sekali-kali aku mencuri pandang melihat kepada Iwan. Sampai tahap ini Iwan masih belum bereaksi, pandangannya tetap mengikuti film yang tertayang di TV.

Rok mini Ira semakin tersingkap, dan tanganku dengan leluasanya merambah dan mengelus naik turun sampai kesekitar pangkal pahanya, Ira mulai sering menggelinjang menahan rangsangan akibat dari apa yang kulakukan ini. Kesempatan ini kupergunakan untuk terus lebih merangsang Ira dengan mulai menyusupkan tangan kananku ke dalam blues Ira, pangkal payudaranya mulai kusentuh dan Ira mendesis sambil tetap berusaha mempertahankan posisi dirinya agar tidak semakin doyong bersandar ke tubuh Iwan. Tanganku masih belum begitu leluasa untuk meremas dan memainkan payudara Ira karena masih terhalang oleh BH yang dipergunakannya. Maka kembali tangan kananku kuturunkan untuk kembali mengelus paha Ira dan kali ini tanganku mulai menyelinap ke balik CD-nya. Ira tersentak menahan rangsangan ketika tanganku menyentuh clit-nya, dan tanpa sadar kepala Ira jatuh di dada Iwan. Dengan sigap tangan kiri Iwan menyangga kepala Ira dan tangan kanannya mulai meraba payudara Ira. Ira mulai merintih lirih menahan nikmat. Dengan tangan kanannya Iwan mulai melepaskan kancing baju atas Ira satu persatu. Sedangkan aku sendiri makin ganas memilin clit Ira dengan tanganku. Erangan Ira semakin keras, ketika tangan Iwan berhasil menyusup kebalik BH Ira dan mulai meremas payudara Ira dengan remasan-remasannya yang mampu membuat Ira sangat terangsang. Goyangan kepala Ira semakin liar, dan dengan tangan kirinya Iwan mengangkat muka Ira ke atas sehingga posisi bibir Ira sangat dekat dengan mulut Iwan. Tanpa menunggu lagi, Iwan melumat bibir Ira dengan bernafsunya dan Ira pun membalasnya dengan tidak kalah buasnya.

Kuangkat kedua kaki Ira ke atas pahaku, kemudian kaki kanannya kusandarkan di sandaran sofa. Dengan posisi seperti ini tanganku semakin bebas memainkan clit Ira yang sudah mulai basah. Aku melihat ke Iwan, ternyata tangan kanannya masih terus meremas-remas payudara Ira, dan bibirnya sibuk mengulum bibir Ira. Begitu Iwan melepaskan lumatannya, Ira berteriak, "Pindah ke tempat tidur.... Ira ingin lebih bebas menikmati kalian berdua." Iwan dan aku bersama-sama mengangkat Ira ke tempat tidur. Kulepaskan rok mini Ira berikut CD-nya sedangkan Iwan melucuti baju dan BH-nya. Ira sekarang telah telanjang bulat dan badan yang putih serta montok itu seakan menantang untuk dijarah olehku dan Iwan.

Kulebarkan kaki Ira, sehingga tampak jelas menonjol clit Ira yang merah kecoklatan. Kuturunkan kepalaku untuk mulai melumat dan menghisap clit Ira. "Oh.... oh.... Mas, Ira suka banget isepan Mas pada clit Ira", Ira mengerang menahan rasa gairah yang kuberikan. Iwan mulai turut dalam permainan ini, dia menekukan lututnya di antara kepala Ira sehingga posisi penisnya jatuh tepat di atas mulut Ira. Disodorkan penisnya mendekati mulut Ira dan kulihat Ira sempat melihat ke wajah Iwan sambil tersenyum dan langsung mulai menjilati penis Iwan. Tangan Iwan dengan leluasanya meremas dan memilin payudara Ira. Sedangkan aku sendiri terus melumat clit Ira.

Sekarang tangan kananku yang memilin clit Ira, sedangkan dua jari tangan kiriku kumasukkan ke dalam vaginanya. Ira mengelinjang dan menggerak-gerakan pantatnya naik-turun seolah-olah dia sedang bersetubuh. Aku bertanya kepada Ira "Apakah kamu suka dengan cara kita berdua ini?" Ira hanya mampu menjawab dengan cara menganggukkan kepalanya, karena mulutnya masih berusaha untuk dapat menghisap penis Iwan sampai pada pangkalnya. Penis Iwan memang besar, kelihatan Ira kesulitan untuk menghisap penis tersebut sampai kepangkalnya. Kulihat akhirnya Ira melepaskan hisapan atas penis Iwan dan berkata, "Wan, penis kamu luar biasa gedenya, Ira susah ngisepnya." Aku menimpalinya dengan berkata, "Tapi kamu suka kan sama penis Iwan?" Ira teriak "Suka banget, Mas." Aku berkata pada Iwan "Wan, sekarang kamu gituin Ira dulu supaya dia bisa ngerasain gedenya penis kamu."

Tanpa menunggu lebih lama lagi Iwan langsung menempelkan penisnya di bibir vagina Ira dan mulai menggesek-gesekannya. Ira merintih menahan nikmat dan aku sendiri sangat terangsang melihat adegan itu. Penisku berdiri keras sekali tetapi sementara ini aku tetap ingin menjadi penonton dulu. Penis Iwan agak kesulitan untuk menembus vagina Ira. Baru ujung penisnya masuk Ira sudah menjerit, "Wan... gila... sakit... rasanya kayak lagi waktu Ira dulu diperawanin." Aku memancing fantasi Ira dengan mengatakan "Itu bukan Iwan tetapi Dodi." Pancinganku berhasil, Ira mendesis sambil merintih "Mas Dodi, Ira mau diperawanin ya?" Iwan adalah partnerku yang baik dan sudah terbiasa dengan situasi semacam ini dan dia menjawab "Ira sayang Mas Dodi kan? biarkan penis Mas Dodi masuk ke vagina Ira." Iwan menekan penisnya agar dapat masuk lebih dalam lagi. Ira bereaksi dengan berteriak "Ach.... achh... sakit Mas.... pelan-pelan." Aku melihat dengan jelas bagaimana sulitnya vagina Ira untuk menerima penis Iwan, dan adegan ini membuatku semakin terangsang, tetapi aku mencoba untuk menahan diri untuk tidak segera berpartisipasi agar tidak kehilangan adegan yang merangsang ini.

Ira mengerang "Acchh.... pedih... Mas Dodi... please fuck me slowly.... I like your cock... so big... acchh.... slowly darling", separuh dari penis Iwan berhasil masuk ke vagina Ira, dan Ira sendiri berontak liar menahan rasa pedih dan nikmat yang dirasakannya. Aku justru mendorong Iwan agar lebih menancapkan penisnya di vagina Ira dengan berkata "Ayo Dod, fuck her, Ira minta dientot sama penis kamu", dan aku pun bertanya sama Ira, "benar kan Ir, kamu senang kan dientot Dodi, jawab dong.... kalau tidak nanti Dodi cabut lagi penisnya dari vagina Ira", Ira berteriak, "Yessss.... Ira pengen banget penisnya Mas Dodi." Mendengar teriakan Ira tersebut, Iwan langsung menekan penisnya lebih dalam lagi ke vagina Ira, dan Ira menjerit "Addduuhh.... so big.... painfull but nice.... fuck me deeply Mas Dodi." Ira meronta-ronta kenikmatan mendapatkan penis yang jauh lebih besar dari punyaku. Jeritan-jeritan Ira semakin keras, dan badannya meronta liar tak terkendali ketika Iwan membalikkan badan Ira pada posisi doggy style. Iwan sendiri kelihatan begitu bernafsu menggoyang Ira dari belakang, dia tidak mengurangi sama sekali genjotan penisnya ke dalam vagina Ira meskipun Ira terus merintih antara sakit dan nikmat.

Aku sudah tidak tahan lagi melihat adegan semacam itu, segera aku berdiri di depan kepala Ira dengan posisi kaki yang kurentangkan sehingga kepala Ira berada di selangkanganku. Aku sodorkan penisku ke mulut Ira untuk dijilati dan dihisapnya. Ira sudah di luar kendali, "Mas Dodi... ini penis siapa laag...", belum selesai Ira berkata, penisku sudah masuk di mulut Ira dan Ira dengan bernafsunya menjilati dan menghisap penisku. Hentakan penis Iwan dari belakang membuat Ira lebih tidak terkendali lagi di dalam menghisap penisku sehingga rasa nikmat yang aku rasakan sulit untuk diungkapkan. Ira melepaskan hisapannya atas penisku, dan mengerang serta berteriak keras sekali "Mas Dodi, Ira coming... Ira nggak tahan lagi, addduhh ohh... so nice", badannya sejenak bergetar liar dan kemudian melorot rebah seperti tidak berdaya menahan rasa nikmat yang baru saja diperolehnya.

Iwan menarik penisnya dari vagina Ira secara perlahan-lahan diiringi dengan lirihan Ira "Aaduuhh... nikmat sekali...." Untuk beberapa saat kita bertiga tidak ada yang bersuara. Keheningan terpecahkan ketika Ira berkata, "Sorry ya Wan, tadi Ira teriak manggil-manggil nama Mas Dodi, habis waktu penis Mas Iwan mau masuk ke vagina Ira, rasa sakit dan pedihnya sama banget sewaktu Ira diperawanin oleh Mas Dodi, jadi Ira inget dia." "Yang penting buat Mas Iwan, Ira puas dan justru sewaktu Ira mulai menyebut-nyebut nama Mas Dodi, Mas Iwan semakin terangsang karena ngebayangin diri Mas Iwan sebagai Dodi yang lagi merawanin Ira", jawab Iwan. Ira melirik ke Iwan dan sambil loncat ke kamar mandi Ira berkata, "Giliran kalian berdua ya untuk coming, be back soon."

Keluar dari kamar mandi, Ira berdiri menghadap ke kaca rias sambil menyisir rambutnya. Aku harus mengakuinya bahwa postur tubuh Ira memang indah, putih dengan bentuk buah dada yang tegak menantang. Dalam posisi Ira masih berdiri menghadap kaca, aku sudah berdiri memeluknya dari belakang, secara perlahan kutelusuri tengkuknya dengan bibirku. Ira menggelinjang geli. Ciuman-ciuman kecil terus kulakukan di sekitar tengkuknya sambil tanganku dengan halusnya mulai mengelus buah dadanya. Tampak di kaca Ira berusaha untuk tidak memejamkan matanya, Ira berusaha untuk dapat melihat buah dadanya dielus dan diremas oleh kedua tanganku. Ira kelihatannya menikmati sekali adegan ini.
"Wan, lets joint with us", ajakku. Iwan beranjak dari tempat tidur dan langsung berjongkok di antara kaki Ira menghadap ke clit Ira. Iwan mulai memainkan lidahnya menjilati sekitar bibir vagina Ira, dan Ira tetap bertahan untuk terus menatap ke kaca. Tangan Ira memegang rambut Iwan, dan kepala Iwan digoyang-goyangkannya seolah-olah Ira menuntun lidah Iwan agar jilatannya jatuh di tempat yang diinginkannya. Nafas Ira memburu, desahan rasa nikmat yang dialaminya mulai terdengar "Ohh... acchh shh... adduhh..." Tanganku masih terus meremas dan memilin puting payudara Ira. "Ir, lihat di kaca, lihat... clit kamu lagi dihisap dan dijilati Iwan, dan payudara kamu sedang Mas remas-remas, lihat...", bisikku. Ira menatap kaca dan merintih lirih "Keep on doing, Ira suka baangeeet, nikmat...." Kubasahi dengan ludah jari telunjukku, dan secara perlahan-lahan kutusukan ke dalam anus Ira. Ira meronta, dan sambil tetap memegangi rambut Iwan untuk supaya tetap menjilati clit-nya, Ira mulai menggoyangkan pantatnya dengan maksud agar jariku dapat masuk lebih dalam lagi di anusnya.

Ira sudah lepas kendali, berteriak dan meronta menuntut yang lebih dari yang sedang dirasakannya saat ini. Kubasahi sekitar anus Ira dengan ludahku demikian pula penisku. Perlahan tapi pasti, penisku kutekan ke anusnya, Ira menjerit ketika penisku berhasil masuk ke anusnya. Dengan posisi berdiri, Iwan mulai berusaha untuk memasukkan penisnya ke vagina Ira. Tekanan-tekanan penis Iwan yang berusaha untuk masuk ke vagina Ira, secara tidak langsung menekan lebih dalam lagi penisku terbenam di vagina Ira, rasanya luar biasa nikmat. Penis Iwan berhasil masuk ke vagina Ira dan gerakan Ira semakin tidak terkendali karena setiap tekanan yang kulakukan membuat penis Iwan masuk semakin dalam, demikian sebaliknya kalau Iwan yang melakukan tekanan. Rintihan, teriakan dan gerakan Ira luar biasa sekali, Ira benar-benar menikmatinya.

Ira merintih, "Ohh, I'm coming again... shhehh, aaddduuhh, aacchh..." melihat Ira meronta-ronta aku tidak tahan lagi, kutekan dengan dalam penisku di anus Ira, diam tanpa gerakan untuk dapat merasakan sepenuhnya jepitan anus Ira di penisku akibat kontraksinya lubang anus Ira. "Ooohh... Ira.... Mas mau keluar.... auuuccchh.... shhiiitttt... I'm coming.. Ira", teriakku sambil meremas kencang payudara Ira. Kudekap Ira dengan kedua lenganku, sedangkan Iwan dengan ritme yang pelan tetap masih menggoyang Ira, Ira sudah tidak mampu lagi untuk membuka matanya, bibirnya terkatup menahan rasa nikmat. Perlahan-lahan kucabut penisku dari anus Ira dan membiarkan Iwan sambil berdiri meneruskan menggoyang Ira

Kududuk di sofa memperhatikan mereka berdua bermain. Iwan mengangkat Ira ke tempat tidur, dengan posisi kaki Ira terjuntai ke lantai, Iwan berusaha untuk memasukkan penisnya lagi ke vagina Ira. Penis Iwan yang begitu gede berhasil masuk separuhnya ke vagina Ira, dan Ira pasrah menerimanya ketika Iwan menekankan penisnya sampai masuk seluruhnya. "Adduhh....", hanya itu yang dapat diucapkan Ira. Gerakan Iwan dalam menyetubuhi Ira tetap stabil, perlahan, tetapi setiap menekan Iwan selalu menekan penisnya sampai masuk semuanya. Reaksi dari menyetubuhi Iwan ternyata luar biasa sekali, setiap Iwan menekankan penisnya Ira pasti merintih "Mas Iwannn... ampun.... ampun Mas.... Ira puas bangett-bangeeettt", tanpa sadar penisku berdiri lagi tetapi aku merasa kasihan kepada Ira kalau harus menangani penisku lagi. Aku mendekat kepada Ira dan dengan halus kuusap dan kuremas-remas buah dadanya. Remasan-remasan yang kulakukan membuat Ira semakin merintih, dan rintihan Ira yang semakin keras tersebut merangsang Iwan untuk lebih mempercepat goyangannya. "Mas Iwan... Ira ampun.... Ira mau keluar lagi... aacchh... Ira keluar... oocchh", teriak Ira, dan bersamaan dengan teriakan Ira tersebut kulihat Iwan memperlambat goyangannya dan menanamkan seluruh penisnya dalam-dalam ke vagina Ira sambil berteriak "Irrrrrr, Mas... mau keluar... accchh adduhh", badan Iwan meregang tegang menahan nikmat dan beberapa saat kemudian merebahkan badannya memeluk Ira sambil mencium bibir Ira dengan mesranya.

Ira tidak bersuara,demikian pula Iwan dan aku, kita masing-masing jalan dengan pikiran dan lamunannya sendiri-sendiri. Jam 19.00 kita bertiga meninggalkan motel PT, di tengah jalan Ira berkata, "Mas Iwan burungnya kok bisa gede begitu sih, rasanya sampai sekarang masih mengganjal saja di vagina Ira." Iwan hanya tertawa dan sambil berseloroh menjawab, "Kamu salah Ir, yang gede bukan penis Mas Iwan tapi vagina kamu yang terlalu sempit", kita bertiga tertawa lepas dan sepakat untuk melakukannya lagi, next time.


TAMAT

Tidak ada komentar: