Cerita panas selingkuh ngesex ml ngentot sama teman kantor

Hari ini, seusai senam jam 08.30 aku harus langsung ke kantor untuk mempersiapkan pertemuan penting nanti siang jam 14.00. Kubelokkan kendaraanku pada toko buku untuk membeli perlengkapan kantor yang kurang, saat aku asyik memilih tiba-tiba pinggangku ada yang mencolek, saat kutoleh dia adalah Vivi teman Diana yang tadi dikenalkan.
"Belanja Apa De..., kog serius banget", Tanyanya dengan senyum manis.
"Ah nggak cuman sedikit untuk kebutuhan kantor aja kok".

Akhirnya aku terlibat percakapan ringan dengan Vivi. Dari pembicaraan itu kuperoleh bahwa Vivi adalah keturunan Cina dengan Jawa sehingga perpaduan wajah itu manis sekali kelihatannya. Matanya sipit tetapi alisnya tebal dan, Aku kembali melirik ke arah dadanya..., alamak besar sekali, kira-kira 36C berbeda jauh dengan Diana sahabatnya. Vivi memakai baju ketat dengan rok mini warna merah darah sehingga sangat kontras sekali dengan kulitnya yang putih mulus. Aku jadi panas dingin melihat gayanya yang centil itu.
"Eh..., De aku ada yang pengin kubicarakan sama kamu tapi jangan sampai tahu Diana ya", pintanya sambil melirikku penuh arti.
"Ngomong apaan sih..., serius banget Vi..., apa perlu", tanyaku penuh selidik.
"Iya perlu sekali..., Tunggu aku sebentar ya..., kamu naik apa", tanyanya lagi.
"Ada kendaraan kog aku", timpalku penasaran.

Akhirnya kuputuskan Vivi ikut aku walaupun mobilnya ada, nanti kalau omong-omongnya sudah selesai Vivi akan kuantar lagi ke tempat ini. Dalam perjalanan aku tidak bisa tenang karena Vivi sambil bicara sesekali merubah posisi duduknya dengan menyilangkan kaki berganti ganti sehingga nampak roknya semakin jauh saja dari lututnya dan Vivi tidak berusaha memperbaikinya. Mataku yang nakal cukup jeli juga menangkap keadaan ini. Vivi hanya tersenyum saat mataku naik kearah dadanya. Kuperhatikan pula kancing dada Vivi terbuka satu sehingga belahan dadanya yang putih sedikit nampak.

"Masalah apa Vi kamu kog serius banget sih", tanyaku lagi.
"Tenang De..., ikuti arahku ya..., santai saja lah..", pintanya.
Sesekali kulirik paha Vivi yang putih itu lagi. Vivi tetap tidak berusaha menutupi. Sesuai petunjuk arah dari Vivi akhirnya aku memasuki rumah besar mirip villa dan diceritakan oleh Vivi bahwa tempat itu biasa dipakai istirahat oleh keluarga besarnya dari luar kota.

"Ok Vi sekarang kita kemana ini dan kamu mau ngomong apaan sih", tanyaku tak sabar, setelah aku masuk ruangan dan Vivi mempersilakan duduk. Vivi duduk depanku dengan santai dan mataku sempat mencuri pandang ke arah selangkanganya, gila nih anak pamer aja ya..., pikriku tak karuan. Selangkangan Vivi nampak jelas dan samar-samar kulihat warna cream menutup pangkal pahanya..., mengkal dan gemol.

"Ok De langsung aja ya..., Kamu pernah merasakan bersama Diana ya", tanyanya. Deg dadaku berguncang mendengar perkataan Vivi yang ceplas ceplos itu.
Aku menagkis dengan menyatakan, "Merasakan apaan sih Vi", tanyaku pura-pura bodoh.
"Alah De jangan mungkir aku diberi tahu lho sama Diana, dia merasa puas sekali dengan punyamu..., Hayoo masih mungkir", desaknya sambil senyum dan mendekatiku manja. Aku nggak bisa bercakap lagi dan kurasakan ada rona merah di wajahku.
"Gila nih Diana nggak tahunya cerita juga sama temannya kalau habis main sama aku" pikirku.
Tak lama kemudian Vivi sudah mendekatiku sambil berbisik "De..., Aku mau juga kamu perlakukan seperti Diana De..., bahkan lebih".
Aku terkejut mendengar pengakuannya dan dengan agresif Vivi memulai mempermainkan kancing kemejaku dan mulutnya menyergapku tanpa ampun. Kurasakan lidahku panas saat bibir kami berpagut erat. Kesempatan ini tak kusia-siakan, tanganku langsung meraba buah dada yang ranum dan tersembul mulai tadi. Vivi terkejut dan menggelinjang tetapi mulutnya terus menghisap mulutku dengan rakus. Vivi orang yang tidak sabar, dengan sigap ditariknya sabuk celanaku dan sreet kudengar suara retsletingku turun.
"Auu...", kudengar pekikan kecil mulut Vivi saat tangannya yang putih menyentuk kepala kemaluanku yang menyembul keluar dari CD-ku. Vivi menoleh ke arahku sambil matanya berbinar dan, "Auhhmm... Kuperhatikan Vivi menunduk dan memasukkan penisku dalam mulutnya, aku hanya bisa mengerang dan melenguh. Semakin keras lenguhanku semakin kuat pula Vivi menghisap dan menyedot batang kemaluanku. Aku tak tinggal diam, aku duduk dan mulai menggerayangi baju Vivi. Kutarik keras baju itu sampai kancingnya terlepas kini Vivi tinggal memakai BH dan Rok saja. Mulut Vivi masih terus mngucek penisku dengan ganas dan Vivi mengangkat rok merahnya CD-nya ditarik ke bawah.

Aku tertegun melihat tingkahnya dengan tergesa memegang ujung penisku dan diarahkan pada lubang vaginanya. "Bless..., sreett..., srreet, perlahan-lahan kurasakan penisku memasuki vagina yang sudak becek dan lembek. Vivi mendesis saat penisku menjarah perlahan lubang vaginanya yang sempit. Sambil mendudukiku dia mulai menggerak-gerakkan pantatnya yang besar. Aku memegang pinggulnya sambil terus ikut berputar. Kuperhatikan payudara Vivi bergoyang naik turun seirama dengan pantat serta vaginanya yang kelihatan penuh saat penisku membungkam vaginanya.

"Azz..., uuhh. Kuperhatikan lenguhnya semakin menjadi. Rambut Vivi terurai tak karuan menutupi sebagian wajahnya yang berkeringat. Aku tak peduli, kutarik nafas panjang untuk menjaga agar spermaku tidak buru-buru keluar, dan..., Tak sampai lima menit kudengar Vivi mengeluh panjang sambil memelukku erat.
"De..., De..., aku nggak kuat De..., ahh..., zztt hh..., Suaranya tak karuan dan kurasakan kukunya menancap erat di dadaku. Kaki Vivi melingkar kuat menandakan dia orgasme yang cukup hebat. Pelukan Vivi tidak lepas sampai akhirnya Vivi mulai melemas dan memandangiku dengan mesra. Aku merasakan penisku masih erat masuk dalam vaginanya. Vivi berdiri sejenak dan mengambil tissue dimeja dan mengelap vaginanya yang basah.

Tanpa menunggu komando lagi Vivi tidur telentang di karpet dan kulihat dengan jelas bulu-bulu vagina Vivi tidak banyak, selangkangannya agak kemerahan dan vaginanya kecil menciut. Payudara Vivi melebar dan ujungnya berwarna coklat kemerahan. Aku semakin tegang melihatnya. Mulutku mulai menjalar mulai leher sampai perutnya. Vivi hanya mengerang dan menggelinjang. Kakinya menyepak dan teriakannya semakin histeris, Aku tak peduli lagi. Saat mulutku akan sampai pada vaginanya Vivi menjambakku dan meminta penisku langsung masuk ke vaginanya.
"De..., aku nggak betah De..., Cepet De...", pintanya.
Wuih, ada juga ya cewek yang nggak sabaran seperti Vivi ini. Tanpa menunggu permintaanya kedua kali aku langsung mengangkat kaki kiri Vivi dan menjauhkan dari kaki kanannya. Kulihat vagina Vivi semakin merekah memerah dan, kepala kemaluanku kutuntun menuju lubang kemaluan Vivi. Aku menggoda dengan menggesek-gesekkan penisku pada ujung lubang vagina Vivi. Kulihat Vivi semakin menjadi-jadi mengerang tak menentu. Diangkatnya pantat Vivi saat penisku menjauh vaginanya dia tidak sabar.

Akhirnya kaki Vivi menggepit pinggangku kuat-kuat agar pantatku maju menuju vaginanya. Aku tak bisa bergerak lagi kutuntun kepala penisku menuju vagina Vivi tetapi hanya menggeleng saja tak muat. Vivi menjerit saat kupaksakan, akhirnya kepala kemaluanku kuusap dengan ludahku biar licin dan, tangaku menyibakkan bibir vagina Vivi agar kemaluanku bisa masuk dengan nikmat,... Sreet,... bles,... perlahan namun pasti kemaluanku dikulum vagina Vivi. Kudengar jeritan kecil saat penisku menghunjam vagina Vivi.
"aauuhh..., zz..., pelan dulu De", pintanya sambil memelukku erat secara perlahan sesenti demi sesenti kudorongkan penisku memasuki gua yang sempit tersebut dan..., Bles..., goyangan terakhir dan cukup kuat berhasil membenamkan seluruh penisku pada vagina Vivi. Vivi terdiam sejenak dan mulai bergoyang dan berputar, penisku seakan dipijit ngilu namun geli. Kaki Vivi kunaikkan kepinggangku, aku merasa kemaluanku telah mentok masuk dalam vaginanya, Vivi semakin histeris menggapai hal itu. Tanganku meremas susunya kuat-kuat Vivi tak peduli, matanya terpejam menikmati goyangan pantatku. Saat penisku masuk keras-keras kulihat vagina Vivi tak sanggup menampung sehingga nampak bibir vagina Vivi ikut masuk kedalam, demikian pula saat keluar kurasakan bagian dalam vagina Vivi ikut mengantar penisku keluar. Goyanganku tambah lama tambah kuat dan Vivi dengan semangat mengimbangi. Sesekali kupegang pinggulnya dan dia kegelian, mata Vivi terpejam dan tangannya meraba-raba seluruh tubuhku. Pantat dan pinggangku jadi sasaran remasan tangan Vivi tapi semuanya itu menambah nikmat suasana.

"Vi..., Aku mau keluar..., Vi..., ahh", Belum sempat aku berkata lagi kurasakan ada cairan hangat menembak vagina Vivi dan Vivi dengan sekuat tenaga membalas dengan semakin banyaknya cairan yang keluar dari vaginanya. Aku menjatuhkan didi di dada Vivi dan Vivi mengimbangi dengan memelukku erat sambil melenguh panjang. Kembali kuku Vivi kurasakan menancap kuat pada punggungku dan kakinya kaku naik melingkar di pinggangku. Lama Vivi memelukku dengan mata terpejam seakan tidak mau kalau kenikmatannya berakhir. Diluar dugaan Vivi terbangun dan duduk di karpet, aku didorongnya hingga tertidur. Dia merabaku perlahan dan memasukkan kejantananku yang mulai mengkerut dalam mulutnya.

"Gila nih anak kagak puas aja rupanya", Kubiarkan Vivi berbuat semaunya dia berusaha membangunkan penisku yang sudah layu sambil mulutnya menyedot dan menjilat tangannya meraba seluruh tubuhku. Dilur dugaan penisku mulai terangsang lagi. Kuraih juga vagina Vivi jadi kami pakai gaya 69. Vivi pintar menghisap dan menjilat hampir seluruh bagian penisku tak luput dari jarahan mulutnya. Aku juga mempermainkan vaginanya yang merah. Saat clitoris Vivi kujilat dia teriak dengan mulut penuh penisku. Kugigit perlahan clitoris Vivi yang lumayan panjang itu dia semakin bernafsu kurasakan cairan hangat banyak keluar dari vagina Vivi, aku kini jadi tidak betah mengalami sedotan dan jilatan panas lidah Vivi. Vivi menarik vaginanya jauh dari mulutku, dia duduk menyedot dan menjilat penisku sambil menghadapku, melirik dan menggoyang mulutnya naik turun.

Kusibakkan rambut Vivi dan kulumat susunya dengan tanganku keras-keras untuk menahan geli saat kemaluanku diisapnya kuat. Aku mengangkat kaki kananku dan kutaruh pada pundak Vivi sehingga Vivi semakin leluasa mengemut dan mengulum seluruh bagian penisku. Tapi sayang mulut Vivi tak sanggup menampung seluruh batang penisku sehingga batang penis yang tidak muat di mulutnya dijilati dari luar secara merata. Mulut Vivi kulihat mengempis saat hisapan kuatnya diarahkan pada kepala penisku. Kepalanya naik turun mengikuti keluar masuknya penisku dari mulutnya dan tangannya juga membantu agar spermaku cepat keluar. Aku hanya bisa memandang serta terpejam memperoleh perlakuan seperti ini. Seakan tak merasa lelah Vivi terus mengelomoh batang penisku dan mempermainkan telor penisku dengan jilatan lidahnya, Aku merinding dan mengerang tapi Vivi tidak mempedulikan, justru eranganku menjadikan dia semakin kesetanan melahap kemaluanku. Kuusap-usap rambutnya dan manariknya, dia tetap bersikap ganas dan agresif. Penisku tambah mengeras dan kurasakan spermaku sudah tak tahan berlama-lama di dalam.
"Vi...,udah Vi..., Lepaskan..., akau mau keluar..., auuhhzz", mendengar teriakanku seperti itu justru sebaliknya Vivi tambah mempererat hisapannya pada penisku dan sambil tangannya naik turun membantu agar spermaku cepat keluar, di luar dugaan..., Creet..., creet..., creet" Saat spermaku keluar mulut Vivi masih terus menghisap kuat kuat. Akhirnya penisku keluar dengan keadaan bersih dari mulut Vivi yang mungil. Vivi tersenyum bahagia melihat aku masih tergolek kelelahan.
"De...", sapanya manja setelah kami semua berpakaian rapi.
"Apa...", jawabku malas-malasan.
"Sebenarnya aku tadi nggak tahu lho kalau kamu udah sama Diana, aku cuman mancing aja kog..., abis kulihat Diana kalau lihat kamu mesra banget De..., Jadi..., kutaksirkan seperti itu"
"Uh dasar..., jadi aku kepancing nih", jawabku sambil menggaruk rambutku yang nggak gatal.
"Terus kenapa..., Nyesel ya", Tanya Vivi.
"Nyesel sih nggak Vi malah pengin terus..., abisan vagina kamu kecil sih", jawabku asal-asalan.

Dan akhirnya aku berangkat ke kantor bersama Vivi untuk mengambil kendaraanya. Vivi semakin erat duduknya dalam mobil. Sebagai ungkapan sayang Vivi dikecupnya batang kemaluanku dengan mesra saat kemaluanku berdiri lagi, dimasukkannya dalam CD-ku dan berkata, "Udahan dulu yang..., nanti kalo ada waktu pasti tak kasih lagi". Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya yang manja itu. Sampai dikantor aku kesiangan dan dimarahi oleh direktur, tapi nggak apa-apa yang penting sudah tahu rasanya Vivi.

Tidak ada komentar: