Kami berpagutan, berkecup, berpelukan, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh-tubuh telanjang

Bermula dengan persahabatan kami bertiga yang membuat Tonny berkenalan dengan adiknya Aryono, bernama Aryani. Akhirnya mereka pacaran dengan hebat (dari ujung rambut sampai ke ujung kaki). Aryani pada saat itu baru naik kelas 3 SMP, jadi masih segar-segarnya suka sama cowok mahasiswa, si Tonny ini. Aku belum punya pacar tetap dan seperti biasanya, kencan kesana kemari dengan teman-teman cewek di kampus sampai sebatas cium-ciuman dan pegang-pegang saja (petting). ML (Making Love) pun akhirnya sama cewek-cewek tertentu saja yang dari lain almamater. Satu waktu, entah mereka bertiga Aryono, Tonny dan Aryani, mungkin sudah merencanakan untuk menjodohkan aku dengan salah satu teman sekolah Aryani, tepat pada saat pesta ulang tahun temannya itu.

Kami berempat datang pada malam acara pesta ulang tahun tersebut ke rumah teman Aryani. Setiba kami di sana, aku diperkenalkan kepada yang berulang tahun.
"Mas Adit," kata Aryani kepadaku, "Kenalin, ini temanku Meiske, yang berulang tahun." sambungnya lagi.
Begitu aku melihat dengan siapa aku diperkenalkan, sambil memberi tanganku untuk bersalaman, di depanku berdiri gadis yang tingginya lebih kurang 3 cm lebih pendek dari aku (173 cm), berkulit putih, matanya coklat tua berbinar dengan bibir yang amat sensual serta rambut hitam panjang sebahu, kontras dengan lehernya yang putih dan jenjang itu. Dan terlebih-lebih, tanpa disadari, mataku turun melihat pakaiannya, rok dan blus yang formal and casual dengan kancing terbuka sampai sebatas dadanya.
"Dadanya.. oh Tuhan.. betapa cantiknya makhluk yang engkau hadapkan padaku malam ini. Ini wanita dewasa apa anak kelas 3 SMP?" dalam hatiku.

Kalau aku boleh membandingkan Meiske dengan bintang film atau sinetron zaman sekarang, Meiske mirip dengan Monica Oemardi (tidak terlalu extreem kan).
Terus terang para pembaca yang budiman, aku tertegun sampai Tonny menepuk pundakku sambil berkata, "Hey.. ngomong dong.. selamat ulang tahun kek.. I Love You kek.. I want to kiss you kek..."
Aku terkejut dan sadar, mereka bertiga tertawa, Meiske tersenyum malu dan terasa ingin melepaskan genggaman tanganku, dengan cepat kusadari dan aku berkata, "Maaf.. happy birthday Meis, saya Adhitya, dan.. maaf lagi saya ngga bawa apa-apa."
"Oh yaa.. ngga apa-apa, Mas-mas sama Yani udah pada datang aja, saya udah cukup senang, yok masuk!" katanya lagi.
Kami berlima masuk, dan seperti kebiasaanku apabila berkenalan dengan teman baru, aku terus mencari orang tuanya, juga berkenalan, biasa deh.. cari dukungan utama dari orang tua.

Malam pesta ulang tahun berakhir dengan gembira dan tentunya bagiku sendiri bisa berkenalan dengan gadis yang menjadi idamanku yaitu, cantik, tinggi, putih dan yang terlebih penting adalah dadanya yang besar dan montok. Kuketahui belakangan ternyata ukurannya 36C.
"Woooww! Lagi-lagi.. ini anak SMP atau wanita dewasa sih?" dalam hatiku bertanya.
Begitulah setelah perkenalanku pada malam pesta ulang tahunnya Meiske. Aku jadi sering wakuncar (wajib kunjung pacar) ke rumahnya dibilangan Jakarta Pusat. Kemudian aku juga mengetahui bahwa ayahnya seorang ABRI, kimpoi dengan ibunya seorang wanita keturunan Portugis, jadi pantas saja, Meiske mempunyai perawakan seperti di awal ceritaku.

Kami berdua sering jalan-jalan atau berempat dengan Tony dan Aryani pada saat libur atau malam minggu. Untuk hal ini, Aryono tidak ikut karena ceweknya lain aliran dengan Aryani dan Meiske saat itu. Reaksi teman-teman kuliah pada saat itu yang tahu aku pacaran sama anak SMP, bukan main hebohnya.
"Hey Dhit, tau diri donk.. elu kan udah tua, mahasiswa lagi.. masa elu mau pacaran dan ngebodohin anak kecil? Masih SMP lagi! Emangnya kagak ada cewek yang gedean dikit?" begitulah komentar mereka.
Aku tidak memberi reaksi banyak, paling tidak hanya tersenyum sambil menunjukkan kepalan tanganku dengan posisi jari telunjuk ke atas sambil berkata kepada mereka, "Fuck you, man!"

Aku memanggilnya dengan Meis dan dia memanggilku dengan Mas Adit. Awalnya, kami berdua pacaran seperti biasanya. Karena aku jauh lebih dewasa dari Meiske, jadi aku lebih banyak mengajari dan melindungi Meiske. Sampai-sampai waktu pertama kali aku cium bibirnya, dia masih lugu. Hal ini terjadi pada saat kami pacaran di belakang rumahnya yang mempunyai halaman serta kebun yang lumayan luas. Malam Minggu, kami duduk berdampingan di kursi, kulingkarkan tangan kiriku kepundaknya, dia merebahkan kepalanya ke dadaku.
Kuraba dengan lembut pipinya dan berkata, "Meis.."
"Hmmm.. apa Mas Adit?" jawabnya perlahan.
"Kamu tahu ngga bahwa aku sayang kamu.." aku berkata lagi.
Kepalanya diangkat dari pundakku sambil memandangku dengan matanya yang bulat dan berbinar-binar sayu. Tanpa kusadari, wajah kami saling mendekat dan terasa nafas kami yang agak memburu.Kusentuh pipinya dengan kedua telapak tanganku. Kukecup keningnya dan reaksinya, dia diam dan waktu kulihat matanya tertutup.

"Meis, aku sayang kamu, Non.." bisikku di depan bibirnya.
"Hmm.. apa Mas?" berbisik jawabnya lagi.
"Aku ingin mencium bibirmu.. boleh ngga?" suaraku kubuat selembut mungkin dan seyakin mungkin, karena dia tidak bereaksi seperti anak gadis lainnya kalau kucium keningnya biasanya langsung menyediakan bibir mereka.
Meiske mengangguk pelan dan memejamkan matanya, menunggu dengan lembut kukecup bibirnya yang sensual itu, reaksinya sesaat diam. Setelah beberapa saat, tangannya melingkar di leherku dan kedua tanganku melingkar di pinggangnya. Kemudian tanpa melepaskan bibirku di bibirnya, dengan perlahan kuangkat tubuhnya sehingga dia berada di pangkuanku. Bibirnya yang lembut kukulum dengan erat. Saat kupermainkan, lidahku masuk ke dalam mulutnya, dia terkejut dan melepaskan bibirnya sambil berkata pelan.
"Lidahnya mau ngapain Mas..?" tanyanya.
Lugu banget kan ini cewek! Rupanya dia belum mengerti tentang permainan lidah sambil berpagut.

"Meis.. kamu belum tahu kan?" aku berkata dan dia menggeleng pelan.
"Meis, kalau kita kissing saling cinta, bukan hanya bibir ketemu bibir saja, tapi lidah juga harus main.. Coba kamu rasakan deh.. dan nikmati yaa..." kataku membujuk halus, dia mengangguk pelan.
"Sekarang, boleh aku cium kamu lagi ngga?" tanyaku dengan lembut.
Meiske hanya mengangguk dan langsung kukecup lagi bibirnya sambil mempermainkan lidahku dan ternyata reaksinya.. lidahnya ikut main dengan lidahku dan sementara tanganku mulai meraba-raba punggungnya dengan lembut, membuat nafasnya Meiske memburu ditengah-tengah kecupan dan pagutan bibir kami berdua.

Sementara itu, tanganku mulai turun ke arah dadanya. Dia tidak bereaksi tehadap tanganku yang sudah mengusap susunya yang ternyata, montok dan memang benar-benar besar dan kenyal. Maklum umurnya masih 15 tahun. Nafasnya makin memburu tatkala kecupanku turun ke lehernya dan kugigit-gigit kecil. Rintihan halus mulai keluar juga saat tanganku masuk ke dalam bajunya setelah kancingnya berhasil kulepaskan satu persatu tanpa disadarinya. Tanganku terus meraba susunya yang masih terbungkus BH. Yang kurasakan hanya setengah menutupi susunya yang besar dan montok serta lembut itu, atau memang BH-nya terlalu kecil untuk menampung bukit indahnya Meiske yang montok. Bibirku terus mengecup turun dari leher ke dadanya sementara tanganku bergerilya ke punggungnya yang akhirnya berhasil melepaskan kaitan BH-nya. Kurasakan Meiske tersentak pada saat aku berhasil melepaskan BH-nya.

"Mas Adit.. jangaaan.. Maaass..." rintihnya terengah-engah sambil menunduk melihat ke arah mukaku yang hampir terbenam di antara kedua susunya yang besar dan montok itu.
Aku melepaskan kecupanku di pangkal dadanya sambil melihat ke arahnya dengan lembut tetapi masih penuh nafsu.
Sambil tersenyum lembut, "Kenapa sayang.. kamu takut yaa..?" tanyaku hati-hati.
"Iya mas..." jawabnya dengan suara bergetar akan tetapi kedua tangan masih tetap memeluk leherku dengan kencang.
"Jangan takut Meis, Mas tahu kamu belum pernah seperti ini, rasakan dan nikmati saja pelan-pelan." jawabku lagi sambil tanganku tetap membelai susunya yang putih disertai puting kecilnya yang berwarna merah muda (pink).

Rupanya dengan gerakan Meiske tersentak itu, BH yang dipakainya terlepas dari susunya yang montok. Kukecup lagi bibirnya dengan lembut. Sejenak kusadari bahwa ini adalah hal yang pertama kali Meiske alami bersama lelaki dewasa seperti aku jadi aku berniat untuk petting dulu sama dia agar tidak kaget dan terlalu memaksa. Aku takut akibatnya dapat merugikanku sendiri untuk menikmati tubuh perempuan berdarah Portugis ini. Demikianlah kejadian demi kejadian yang aku dan Meiske lakukan, yaitu petting atau French kissing sejak kami pacaran yang kuajari dia, baik di rumahnya maupun di rumahku dan dengan pasti kami lakukan pada saat rumah kami berdua dalam keadaan yang memungkinkan.

Sampai satu hari Minggu, aku bisa mengajaknya keluar dari pagi jam 08:00 sampai jam 17:00, atas izin orang tuanya. Kami berdua naik motorku, Honda CB-100 tahun 70an. Motor seperti ini dan CB-125 lagi top-topnya berputar-putar keliling Jakarta. Kami makan mie ayam Gang Kelinci dan berakhir di rumahku yang kebetulan lagi sepi. Orang tuaku sedang mengunjungi famili di Bandung, kedua kakakku sibuk dengan urusannya masing-masing dan tinggalah pembantuku bik Inem yang lumayan sudah 59 tahun umurnya di kamar belakang. Meiske langsung kuajak ke kamarku, terpisah dari ruang utama cukup jauh. Mungkin karena rasa kangen yang meluap-luap, begitu masuk ke kamarku, Meiske memelukku dengan erat dan sepertinya kurasakan dia agak buas. Menciumiku dengan cara menarikku dengan kasar, sehingga kami terjatuh di atas tempat tidurku dengan posisi dia berada di atasku.

Padahal, biasanya kalau kami berdua ada kesempatan, ciuman sambil pegang-pegang, seingatku aku selalu ambil peranan dan dengan lembut serta very enjoyable bagiku dan Meiske sendiri yang kulihat dia sangat menikmati permainan petting dariku. Tetapi hari ini aku hampir kewalahan menghadapi ciumannya yang bertubi-tubi dan kurasakan bahwa ini bukan ciuman anak SMP lagi, tetapi ciuman wanita yang lagi berahi tinggi. Menyadari hal tersebut, aku akhirnya mulai memberikan respon yang tinggi juga. Dengan segera aku membalikkan badanku, sehingga posisiku berada di atasnya serta kubalas kecupannya dengan gairah tetapi juga dengan lembut serta gigitan-gigitan kecil di bibirnya, serta permainan lidah pada saat mengulum bibirnya yang sensual itu. Sementara tanganku bergerak membuka baju casualnya, seperti biasanya Meiske sudah tahu kalau kami mau petting, dia selalu pakai baju casual dengan kancing di depan.

Desahan-desahan kecilnya mulai terdengar bersamaan dengan kecupan dan gigitan kecilku yang turun ke arah susunya yang besar dan montok itu sampai aku berhasil menjilati puting susunya yang berwarna merah muda (pink) bergantian, kiri dan kanan. Desahannya makin menjadi-jadi sewaktu aku menghisap putingnya yang kecil dan mulai keras disertai gigitan-gigitan kecil yang menggemaskan dan menikmatkan dia.
"Aduuuuh.. Maaass Adiit!" erangannya sambil mencengkramkan tangannya di kepalaku.

Sementara itu, penisku mulai berontak di balik jeans dan CD-ku. Cepat-cepat aku membuka zip (ruistzleting) jeansku agar Mr. Penis Adithya agak leluasa untuk diperbaiki letaknya (daripada terjepit). Kulepaskan kecupanku dari susunya Meiske yang besar dan aku memandangnya dengan penuh kasih dan lembut, kukecup bibirnya Meiske.
"Meis sayang, aku ingin membuat kamu jadi milikku seutuhnya, kamu mau kan?"
"Mas Adit, aku mau apa aja yang Mas lakukan untukku.. aku mau Mas.." jawabnya mesra dan nafasnya mulai memburu.
"Meis... aku akan membuat kamu untuk tidak melupakan hubungan kita dan aku mau kamu tidak seperti anak SMP lagi yaa, mau kan?" kataku lagi dengan lembut setengah bebisik, dia mengangguk manja.

Sambil berbaring side by side, kukecup bibirnya yang sensual sambil kubuka habis bajunya. Tanganku yang cukup berpengalaman melepas BH-nya yang berwarna pink, hal ini membuat penisku tegang (kira-kira 100 volt). Akhirnya terlihat dua bukit keemasannya, susunya yang sekali lagi, "Alaamaaak.. kok anak SMP bisa punya seperti ini?" dalam hatiku, putih ,besar, montok dan kenyal dengan putingnya yang kecil berwarna merah muda (pink). Sejenak aku memandanginya sambil perlahan-lahan tanganku menjamah, membelai serta mengusap-usap putting yang menggemaskanku. Meiske tersadar saat aku masih memandang ke arah susunya dan tiba-tiba dia mengeluh sambil menyusupkan kepalanya di dadaku yang juga sudah telanjang.

"Maasss.. jangan diliatin terus dong.. Meis kan malu!" katanya perlahan dengan nada manja.
Aku tertawa perlahan sambil memeluknya dengan mesra.
"Malu sama siapa sayang? Sama aku? Iya? Kan yang ngeliatin juga cuma satu orang kan..?" jawabku tersenyum geli melihat kelakuannya anak SMP ini.
"Tapi Meis kan tetap aja malu.. soalnya Mas Adit orang laki-laki yang pertama yang lihat Meis ngga pakai BH." katanya lagi.
Kukecup lagi keningnya, terus turun ke matanya yang indah, hidungnya yang bangir, terus turun ke sudut bibirnya yang sensual, merah merekah disertai desahan-desahan kecilnya terdengar olehku. Di sana aku mempermainkan lidahku serta kugigit lembut. Dia menggelinjang dan dengan tidak sabar dia mengecup bibirku dengan buas, sementara tangannya mulai mengusap kepalaku, aku pun tidak tinggal diam. Dengan segera tanganku turun ke susunya yang menjadi kegemaranku bermain, kuraba dan kuputar-putar putingnya yang mungil. Dia mengerang nikmat.

Tanganku terus turun. Kusibak rok mini (kulot)nya Meiske, terus ke arah belakang tempat zip (ruitszleting) langsung kubuka perlahan-lahan. Dia diam saja dan aku merasakan bahwa dia sudah pasrah dengan apa yang akan kulakukan. Kutarik roknya ke bawah dan dia membantu untuk melepaskannya.

Para pembaca yang budiman, anda bisa membayangkan, dihadapanku (laki-laki sehat fisik dan mental berumur 22 tahun) tergeletak sebatang tubuh gadis 15 tahun yang berdarah Portugis. Dengan tinggi 170 cm, putih mulus dengan perut yang rata, buah dada yang besar berukuran 36C, montok serta kenyal, mengenakan CD mini berwarna pink.
"Tuhan... betapa sempurnanya ciptaanMu." dalam hatiku.

"Maass Adit... peluk Meis dong..." tiba-tiba katanya dengan sendu membuyarkan lamunanku.
Kembali aku memeluknya dengan lembut dan aku merasa penisku melakukan pemberontakan yang gila. Sambil mencium bibirnya, lehernya terus turun ke susunya serta putingnya yang menggairahkan, aku melepaskan jeansku. Kini di tempat tidurku tergeletak sepasang manusia hanya tertutup oleh CD masing-masing, pink dan white saling berpagut menggelora. Kukecup kedua puting merah muda itu berulang-ulang dengan lembut sampai basah oleh air liurku. Kuturunkan kecupanku ke arah pusarnya Meis, dia bergerak sambil terus menjambak rambutku sambil mendesah disertai erangan-erangan nikmatnya yang halus. Sampai akhirnya bibirku berada di atas vaginanya yang sudah basah tertutup oleh Miss Pink CDnya.

"Meiske sayang.. mau kan kamu merasakan dan menikmati ini? Pelan-pelan yaa?" kataku sambil mulai membuka CD-nya lepas dari tubuhnya.
Meiske hanya menganggukkan kepalanya dengan rintihan kenikmatan yang kuyakin belum pernah dirasakannya seumur hidup. Dihadapanku terlihat anak gadis, perawan, telanjang dengan lubang kewanitaan ditumbuhi bulu-bulu halus yang teratur rapi nan cantik. Vagina anak perawan yang belum pernah disentuh oleh laki-laki manapun. Kukecup bibir atas benda indah itu yang dengan serta merta mengeluarkan aroma yang khas. Aku merasakan gerak gelinjang Meiske serta keluhan panjang.
"Ooohhh... Maasss...!"
Kuyakin Meiske sudah kehilangan kata-kata untuk menyatakan kenikmatan yang belum pernah dia alami, karena umurnya baru 15 tahun.

Aku berusaha sekuat mungkin untuk menahan nafsuku serta pemberontakan Adhitya junior di balik CD-ku, aku ingin memberikan kepuasan kepada Meiske semaksimal mungkin, sehingga dia akan menyerah dengan apa yang akan kulakukan demi kepuasan bersama. Kujilat belahan vaginanya sambil perlahan-lahan kubuka pahanya yang sebelumnya Meiske jepitkan untuk menahan gejolak kenikmatan pada saat aku pertama kali mengecup pucuknya. Pahanya yang putih mulus itu terbuka sedikit demi sedikit sambil lidahku bermain dengan lembut. Klitorisnya yang mungil tampak merekah merah muda. Aku tidak tahan. Kukecup dan kugigit-gigit kecil. Hal ini membuat Meiske menggoyangkan pantatnya yang padat, kenyal serta mulus itu dengan gila. Kedua tangannya mencekal rambutku dan menekankan ke arah vaginanya sambil berteriak kecil menahan.

Basah sudah bibirku, hidungku, lidahku dengan cairan putih bening yang keluar terasa agak asin namun harum dengan aroma yang khas dari vaginanya Meis. Cengkraman serta jepitan di kepalaku mengendur, dia telah mencapai orgasme. Kujilat dan kutelan habis cairan itu di sekitar vagina indahnya dengan nafsu yang memuncak. Aku merasakan otot penisku berdenyut-denyut, dan aku merasakan sesuatu keluar dengan dahsyatnya dari penisku yang terasa membasahi CD-ku. Rupanya aku juga mengalami orgasme.
"Maasss Adit.. sini, peluk Meiske..." rintihnya sendu.
Aku tersadar dengan kejadian yang baru saja kulakukan. Gila.. aku baru saja menelan cairan orgasme anak perawan. Aku bangun dan memeluk Meiske dengan lembut dan mesra, dia kaget melihat mulut dan hidungku masih tercecer cairan putih bening.
Tiba-tiba, "Cup.. cup.. cup.." dikecupnya bibirku, hidungku, daguku sambil menjilati sisa-sisa cairan putih bening yang masih ada di wajahku dengan liar.
Dia terus memandangku dengan matanya yang indah berbinar itu. Posisi kami rebah berhadapan berdampingan, dia berada di sebelah kiriku dan aku berada di sebaliknya. Tanganku menyentuh dan mengusap susunya yang putih, montok dihiasi putting kecil merah muda.

"Mas Adit..." desahnya lembut.
"Apa Meis..?" jawabku berbisik.
"Mas Adit kan sayang sama Meis..." katanya lagi sambil memandang serta membelai pipiku, menyentuh bibirku dengan jarinya.
"Iyaaa... ada apa Non.. kok pake nanya..?" balasku lembut.
Jariku tetap nakal bermain-main di puting susunya yang menggairahkan.
"Maass... soalnya Meis belum pernah begini.." katanya lagi sambil melirik ke arah mataku.
Usapan tangannya tidak berhenti di antara pipi dan bibirku. Aku balas memandangnya sambil tersenyum.

"Aaahhh Maasss... Jangan diliatin begitu dong.. Meis kan maluuuu..." katanya sambil merajuk menyusupkan wajahnya di leherku, kakinya yang indah dibelitkan ke pinggangku seperti memeluk guling.
Tiba-tiba dia tersentak saat perutnya menyentuh perutku yang mau tidak mau, vaginanya menyentuh sesuatu yang tegang di balik CD-ku yang sudah basah. Secara refleks Meiske mencoba meregangkan tubuhnya, tetapi dengan sigap kutahan dengan melingkarkan tanganku di pinggangnya sambil berbisik, "Jangan dilepas sayang.. biarkan nempel.. aku ingin kamu merasakan milik laki-laki yang menyayangimu, menyentuh kulitmu." kataku dengan nada pasti.
Dia terhenyak dan tegang sesaat, dengan sabar dan lembut aku cium kening dan bibirnya dan aku berkata sambil melepaskan CD-ku perlahan-lahan, "Kamu belum pernah melihat yang namanya penis laki-laki dewasa dalam keadaan tegang kan? Kamu mau lihat?" tanyaku sambil menatap pasti ke arah matanya yang indah itu.

Sepertinya dia bingung sesaat dan aku tetap memandangnya dengan tatapan mata yang menusuk serta meyakinkan. Akhirnya dengan sikap pasrah dia mengangguk pelan. Kami melepas pelukan dan dengan perlahan-lahan, Meiske menundukkan kepalanya melihat ke arah pangkal pahaku.
"Ooohhh..." teriaknya kecil dan kaget serta merta memeluk leherku menyembunyikan mukanya.
Aku rasanya ingin tertawa melihat sikapnya yang lugu itu, maklum saja anak perawan melihat pertama kali penis laki-laki dewasa lagi tegang sepanjang 15cm x 3cm. Surprise!
"Hey.. kenapa sayang..? Lihat tuh.. indah kan?" kataku menggoda.
"Ngga mauuu.. Meis maluuuuu Mas..!" jawabnya tanpa melepaskan wajahnya di leherku dengan nafas yang agak memburu dan tangannya memeluk leherku.
Dengan sigap aku peluk dia di pinggangnya yang berakibat penisku si 15cm x 3cm yang masih tegang itu menempel di antara vaginanya yang lembut. Dia kaget dan berusaha melepaskan tetapi kutahan pinggangnya, nafasnya makin terengah-engah.

Terasa ada cairan hangat mengalir menyentuh penisku perlahan-lahan dan ketegangan tubuh dia mulai agak mengendur.
"Maass.. Meiiis.. aaahhhh nggaaa aahhh..." desahnya terengah-engah.
Pelukanku di pinggangnya kukendurkan sambil menatap matanya yang agak redup sambil berbisik,"Sayang.. ini bagian dari perasaan cinta dan kasih sayang, Non.. ayo lihat.."
Aku mengambil tangan kirinya dan kuarahkan ke penisku yang tegang, dia mengikuti gerakan tanganku sambil pelan-pelan menundukkan kepalanya ke arah penisku, kuusapkan tangannya ke penisku sambil menggenggam dengan lembut. Aku rasakan nafasnya memburu dan aku mulai merasakan sentuhan lembut itu dengan nikmat.
"Gila.. man..! Penisku dipegang oleh anak perawan yang cantikkk..!" pekikku dalam hati.

Kuajari Meiske sambil menggengam si Junior untuk mengurut dengan lembut, tanganku kemudian melepaskan tangannya yang halus, terus mengurut penisku secara berirama. Sementara tanganku sendiri menyentuh vaginanya yang lembut dan mulai mengelus bibir hangat tersebut dengan penuh rasa cinta.
Beberapa saat kemudian dia berteriak kecil, "Maaassss.. oohhh..." dia bergerak dan tangannya yang masih memegang penisku disentuhkan ke vaginanya.
Tiba-tiba dia memelukku sambil melingkarkan pahanya yang putih dan mulus itu serta menekankan vaginanya dengan penisku. Tanganku terpaksa kulepas dari bibir vagina cantik itu, tangannya memeluk badanku, kemudian bibirnya dengan buas mengecup bibirku sambil mengerang karena nikmat. Terasa basah penisku yang masih menempel di bibir hangatnya Meiske, orgasmenya yang kedua.

Wooow.. seprei tempat tidurku sudah tidak karuan lagi bentuknya serta basah pada bagian di mana kemaluan kami berdua saling menempel. Aku mulai tidak tahan dengan keadaan seperti itu, penisku makin keras dan tegak sementara agak terjepit di antara bibir vagina lembut miliknya Meiske. Yang agak mengherankan adalah, aku masih bisa menahan diri untuk tidak mulai melakukan penetrasi karena sadar bahwa anak ini masih perawan, meskipun keadaannya tinggal tancap, beres kan? Pikiran sehat muncul sejenak (sejenak saja! Tidak sampai satu menit).
"Hey, ini anak masih perawan kan, kalau elu perawanin die, dose man... ! Tau ngga?" dalam hatiku bergejolak.
Aku yakin bahwa aku harus mengakhiri kenikmatan ini dengan kondisi baik. Aku dan Meiske harus benar-benar puas.

Kubalas kecupan-kecupan ganasnya Meiske di bibirnya, lehernya, dadanya dan berhenti serta bermain-main agak lama di kedua susunya yang menggairakan serta putingnya yang kecil merah muda itu. Tanganku bergerilya ke arah vaginanya yang lembut berwarna merah muda pada kedua labia mayora-nya. Pahanya yang putih mulus masih melingkar di pinggangku, sehingga jari tengahku bebas berkeliaran mengusap-usap vaginanya yang sudah amat basah dengan cairan putih bening yang keluar terakhir. Desahan, erangan serta teriakan-teriakan kecil terus meluncur dari bibir yang sensual di depan wajahku. Sekali-kali dia mngecup dan juga menggigit bibirku dengan ganas selama jariku mempermainkan labia mayora serta clitorisnya yang agak keras. Kugeser tubuh putih mulus itu perlahan-lahan, sehingga Meiske telentang dan posisiku berada di atasnya.

"Meiske sayang, Mas ingin kamu merasakan kenikmatan orang bercinta.. kamu mau kan..?" aku berkata sambil menatap wajahnya yang terlihat pasrah dan bertambah cantik dengan sebagian keringat menitik di dahinya.
"Maasss Adit.. Meis musti gimana sekarang?" jawabnya lembut setengah tersenyum juga dengan nafas mulai memburu."Mas mau kamu merasakan gimana yang namanya Real-Make-Love Oke?" kataku dengan lembut dan pasti sambil mengecup bibirnya yang menggemaskan.
Dia mengangguk pelan tetapi kuyakin pasti dia ingin merasakan sesuatu yang tidak pernah dirasakannya.

Dengan sabar dan lembut tanpa melepaskan pandangan mataku ke arah matanya yang mulai setengah terpejam, kurenggangkan pahanya, kuarahkan penisku yang sudah tegang dari tadi ke atas vaginanya yang kuraba dengan jari tengahku. Sudah merekah terbuka, lembut, perlahan kuusap-usapkan ujung penisku ke vagina Meiske sambil kukecup bibirnya, susunya, putingnya. Kujilat mesra tangan kirinya dengan segera memegang dia meremas kepalaku dan tangan kanannya membelai punggungku dengan mesra seolah-olah mulai merasakan kenikmatan lidahku bermain pada putting susunya yang kecil mungil kemerah-merahan serta usapan-usapan penisku pada vaginanya. Perlahan-lahan kudorong penisku memasuki kira-kira setengahnya ke liang vaginanya Meiske.

"Maasss... pelan-pelan... sakiiittt Maas.." jerit kecilnya.
Aku agak kaget dan langsung berhenti bergerak karena meskipun aku sudah tidak tahan ingin penetrasi penuh tetapi aku masih sadar bahwa ini adalah Real Make Love antara aku yang mahasiswa 22 tahun dengan Meiske yang anak perawan 15 tahun berdarah Portugis yang amat kusayangi, jadi aku harus sabar dan penuh rasa kasih serta cinta yang lembut.
"Oh.. maaf sayang.. sedikit lagi.. Mas pelan-pelan.. atau dicabut aja..?" kataku tanpa sadar.
"Jangan Maass.. pelan-pelan aja..." jawabnya lirih.
Aku merasa tidak tahan, antara mau terus dan takut dia kesakitan.
"Gila lu Dit, ini anak masih perawan!" kata hatiku kembali berkata.

Tetapi karena sudah tanggung, penisku sudah masuk setengah kuteruskan amat perlahan.
Penetrasi yang berakhir dengan keluhan Meiske yang terdengar lirih, "Maaass.. aduuuhh..!"
Nafasnya memburu, terasa liang vaginanya yang sempit itu basah melumasi penisku yang masuk dan menyentuh sesuatu batas, selaput dara. Aku bingung sejenak untuk berusaha menguasai diriku.
"Adit.. terusin kalau elu bener cinta sama gadis berdarah Portugis ini." bisikan hatiku lagi.
Sambil mengatur nafas, aku diam beberapa saat sambil memandang gadis perawanku yang cantik ini.
"Meis.. kamu mau kan..?" aku berbisik di depan bibirnya yang sensual, reaksinya membuat aku tertegun.
Dia angkat pantatnya sehingga penisku masuk penuh ke dalam vagina indah itu, tiba-tiba kedua kakinya melingkar di pinggangku dan sekaligus menjepitnya.
"Luar biasa ini gadisku yang perawan!" pujiku dalam hati.
Aku langsung goyangkan pantatku maju mundur perlahan-lahan tetapi pasti, makin lama makin cepat, kukecup sudut bibirnya, ujung dagunya. Nafasnya dan nafasku tidak karuan lagi iramanya.
"Maaasss... ohhh.. nggg.. Maass.. Adiiit, teeerrrusss maaasss..." erangannya makin keras.
Gerakan pantatnya yang bulat makin menjadi-jadi. Kupeluk Meiske dengan erat karena aku mulai merasakan denyut-denyut gila penisku di bagian kepalanya. Gerakan otot vagina Meiske yang menghisap penisku setiap gerakan mundur membuat aku benar-benar tidak tahan. Rasanya belum lama penetrasiku, tiba-tiba Meiske menjerit lirih disertai pagutannya di bahuku sebelah kanan serta jepitan kedua pahanya di pinggangku.
"Maasss Adiiiitt... aaakkkhhh... mmmfff..."

Aku tidak bisa menahan lagi kenikmatan badaniah ini, di mana kurasakan seluruh penisku terbenam di liang vaginanya Meiske dan.
"Meeeiiis... mas nggaaa... tahan..!" teriakku kecil di kupingnya sebelah kanan.
Ini intercourse, makelove, sanggama atau entah apalagi namanya, aku sendiri tidak tahu. Yang jelas ini adalah yang paling gila dan paling edan yang pernah kulakukan sampai saat itu. Aku mengalami orgasme hebat bersama Meiske, gadis kecilku, anak SMP yang berdarah Portugis dan yang telah kuperawani. This is very-very goddam, asshole, cocksucker, cunteater, pussylicker, sonofthebitch something special.

Spermaku keluar menyemprot di dalam vagina lembutnya Meiske bersamaan dengan pahanya yang mulus menjepit pinggangku dengan kuat tanda dia mengalami hal yang bersamaan denganku. Kami berpagutan, berkecup, berpelukan, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh-tubuh telanjang kami. Skin To Skin. Beberapa saat, kami berpelukan seolah-olah tidak akan melepaskan satu sama lain. Kuputar tubuhku sehingga posisi kami berdua berhadapan berdampingan tanpa melepaskan pelukan kami masing-masing. Peluh kami berdua mengalir membasahi punggung, leher, dada, perut dan hampir seluruh tubuh.

"Meiske sayang.. buka dong matanya.." kataku lembut sambil mengelus pipinya, menyentuh bibirnya dengan ibu jariku sewaktu melihat dia dengan matanya yang masih menutup.
Menikmati atau berusaha menyadari apa yang baru saja terjadi, mungkinkah? Dia membuka mata coklat tua yang indah dan berkaca-kaca. Perlahan-lahan dia memandang ke arah mataku, dua butir air mata mengalir dari mata yang indah itu.
"Maaasss..." suaranya terdengar lembut sambil jarinya mengusap pipi dan bibirku.
"Mas Adit sayang sama Meis kan..?" katanya lagi dengan agak tersedan manja.
"Iyaa Meis.. Mas Adit sayang kamu." jawabku dengan tetap mengelus pipi dan bibirnya yang sensual indah itu.

Kuusap tetesan air matanya dan kami saling mengelus muka masing-masing dengan penuh kasih dan cinta.
"Meis ngga nyesel lakukan sama Mas Adit.. karena Meis sayang sama mas.. Meis cinta sama mas.." katanya lagi dengan lembut.
"Mas Adit juga sayang sama Meis.. kamu ngga nyesel kan dengan apa yang kita lakukan tadi..?" tanyaku lagi.
Dia mengangguk pelan tetapi pasti dan tersenyum manis. Kupeluk dia dan kukecup keningnya, bibirnya dan kugigit kecil sudut bibirnya, dia mencengkram rambutku sambil membalas kecupanku di bibirnya. Perlahan-lahan kami saling melepaskan diri dan secara refleks kami berdua melirik ke arah pangkal paha kami masing-masing. Kami termenung sejenak melihat seprei tempat tidurku basah dan ada bercak merah.

"Maasss.. Meis takut Mas.. ada darah di..." dia berkata dengan ekspresi wajah khawatir.
Segera kupegang kedua belah pipinya dan melekatkan pandanganku ke matanya.
"Jangan takut sayang.. itu tandanya kamu masih suci dan Mas yang pertama melakukan pada Meis dan Mas akan bertanggung jawab atas perbuatanku, Meis.. jangan khawatir sayang." jawabku dengan tenang dan pasti dan langsung kembali kupeluk dia sambil mengecup keningnya.
Dia menbalas pelukanku. Kami berpelukan seolah-olah tidak akan saling melepaskan. Aku bangun dan meraih bajuku dari lantai segera kubersihkan tubuh Meiske, di pangkal pahanya, vaginanya, sambil memandang tersenyum puas kepadanya. Dia pun bangun dan ikut membereskan bajunya yang berserakan di atas lantai.

iang kewanitaanku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap alat kejantanan Iyan

Telah lama suamiku mempunyai fantasi untuk melakukan aktifitas seks threesome atau melihat aku disetubuhi oleh laki-laki lain. Biasanya, sebelum bercinta, dia selalu mengawalinya dengan fantasinya. Fantasi yang paling merangsang bagi suamiku, adalah membayangkan aku melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain dengan kehadiran suamiku. Sekedar informasi, aku memang mempunyai gairah seks yang sangat tinggi, sementara di sisi lain, suamiku biasanya cuma sanggup ejakulasi satu kali, belum lagi ukuran penisnya yang pas-pasan. Setelah ejakulasi, meskipun sekitar satu jam kemudian penisnya bisa ereksi lagi, umumnya dia merasa lelah dan tidak bergairah, mungkin akibat beban pekerjaan yang cukup berat. Karenanya, biasanya ketika aku minta agar bisa mencapai orgasme berikutnya, paling banter dia melakukannya dengan tangan, atau membantu bermasturbasi dengan dildo. Walaupun demikian selama ini aku berusaha untuk bisa merasa puas dengan cara tersebut.

Setelah sekian lama dia mempunyai fantasi tersebut, suatu hari dia bertanya bahwa apakah aku mau merealisasikan fantasi tersebut. Pada awalnya aku kira dia cuma bercanda. Namun dia selalu mendesakku untuk melakukan itu, aku bertanya apakah dia serius. Dia jawab, "Ya aku serius!" Terus aku tanya lagi bahwa apakah nanti dia masih akan tetap sayang sama aku, dia jawab "Ya! aku akan tetap menyayangimu sepenuh hati, sama seperti sekarang." Kemudian dia berkata, bahwa motivasi utamanya adalah untuk membuatku bahagia dan mencapai kepuasan setinggi-tingginya. Karena dengan melihat wajahku ketika mencapai orgasme, selain sangat merangsang juga memberikan kepuasan tersendiri bagi dirinya.

Di lain keadaan hal ini membawa dampak juga terhadap diriku. Secara terus terang aku pun terkadang merasa kurang mendapat kepuasan dalam hubungan suami istri. Kuakui selama ini aku juga sering mengalami gejolak birahi yang tiba-tiba muncul, terutama di pagi hari apabila malamnya kami melakukan hubungan intim dan suamiku tidak dapat melakukannya secara sempurna. Oleh karena itu suamiku membeli sebuah alat vibrator. Suamiku mengatakan alat itu mungkin secara tidak langsung dapat membantu kami untuk mendapatkan kepuasan dalam hubungan suami istri. Pada mulanya aku memakai alat itu sebagai simulator sebelum kami berhubungan badan. Akan tetapi lama kelamaan secara diam-diam aku sering pergunakan alat tersebut sendirian di pagi hari untuk menyalurkan hasrat kewanitaanku yang aku rasakan semakin meluap-luap.

Rupanya fantasi seksual suamiku tersebut bukan hanya merupakan sekadar fantasi saja akan tetapi dia sangat bersikeras untuk dapat mewujudkannya menjadi suatu kenyataan. Selama ini suamiku terus membujukku agar aku mau membantunya dalam melaksanakan fantasinya. Apabila aku menolaknya atau tidak mau membicarakan hal tersebut. Gairah seks-nya pun semakin bertambah turun. Aku berpikir bahwa aku harus membantu suamiku walaupun merasa tidak enak. Oleh karena itu aku mengalah dan berjanji akan membantunya sepanjang aku dapat melakukannya dan kutegaskan kepada suamiku bahwa aku mau melakukan hal itu hanya untuk sekali ini saja.

"Aku telah mengundang Iyan untuk makan malam di sini malam ini," kata suamiku di suatu hari Sabtu. Aku agak terkesiap mendengar kata-kata suamiku itu. Aku berfirasat bahwa suamiku akan memintaku untuk mewujudkan niatnya bersama dia, karena Iyan adalah salah seorang yang sering disebut-sebut oleh suamiku sebagai salah satu orang yang katanya cocok untuk diriku dalam melaksanakan fantasi seksual-nya. Memang selama ini sudah ada beberapa nama kawan-kawan suamiku maupun kenalanku sendiri yang disodorkan kepadaku yang dianggap cocok untuk melakukan hubungan seks denganku, salah seorangnya adalah Iyan. Akan tetapi sejauh ini aku masih belum menanggapi secara serius tawaran dari suamiku tersebut dan juga kebetulan kami tidak mempunyai kesempatan yang baik untuk itu.

Iyan adalah salah seorang mantanku semasa SMA dan suamiku pun kenal baik dengan dia. Secara terus terang memang kuakui juga penampilan Iyan tidak mengecewakan. Bentuk tubuhnya pun lebih kekar dan atletis dari tubuh suamiku. Walaupun Iyan adalah mantanku tetapi selama kami berpacaran dulu Iyan sama sekali tidak pernah menyentuhku, memang dulu kami tidak memiliki waktu luang untuk pacaran karena kami pacaran ketika menjelang EBTANAS, dan setelah itu sibuk masing masing untuk persiapan masuk universitas, kemudian putus.

Ketika Iyan datang, aku sedang merapikan wajahku dan memilih gaun yang agak seksi sebagaimana anjuran suamiku agar aku terlihat menarik. Dari cermin rias di kamar tidurku, kudapati gaun yang kukenakan terlihat agak ketat melekat di tubuhku sehingga bentuk lekukan tubuhku terlihat dengan jelas. Buah dadaku kelihatan menonjol membentuk dua buah bukit daging yang indah. Sambil mematut-matutkan diri di muka cermin akhirnya aku jadi agak tertarik juga memperhatikan penampilan keseluruhan bentuk tubuhku. Kudapati bentuk keseluruhan tubuhku masih tetap ramping dan seimbang. Buah dadaku yang subur juga kelihatan masih sangat kenyal dan berisi. Demikian pula bentuk pantatku kelihatan agak menonjol penuh dengan daging yang lembut namun terasa kenyal. Ditambah lagi kulitku yang memang putih bersih tanpa adanya cacat keriput di sana-sini membuat bentuk keseluruhan tubuhnya menjadi sangat sempurna.

Melihat penampilan keseluruhan bentuk tubuhku itu secara terus terang timbul naluri kewanitaanku bahwa aku bangga akan bentuk tubuhku. Oleh sebab itu aku berpikir pantas saja suamiku mempunyai imajinasi yang sedemikian terhadap laki-laki yang memandang tubuhku karena bentuk tubuhku ini memang menggiurkan selera kaum pria.Setelah makan malam suamiku dan Iyan duduk mengobrol di taman belakang rumahku dengan santai sambil menghabiskan beberapa kaleng bir.

Tidak berapa lama aku pun ikut duduk minum bersama mereka. Malam itu benar-benar hanya tinggal kami bertiga saja di rumah. Kedua pembantuku yang biasa menginap, tadi siang telah kuberikan istirahat untuk pulang ke rumah masing-masing. Ketika hari telah menjelang larut malam dan udara mulai terasa dingin tiba-tiba suamiku berbisik kepadaku. "Aku telah bicara dengan Iyan mengenai rencana kita. Dia setuju dan malam ini dia akan menginap di sini. Tapi walaupun demikian kau tidak perlu memaksakan diri untuk melakukan hubungan seks dengannya apabila memang suasana hatimu memang belum berkenan, kuserahkan keputusan itu sepenuhnya kepadamu!" bisik suamiku selanjutnya.

Mendengar bisikan suamiku itu aku diam saja. Aku tidak menunjukkan sikap yang menolak atau menerima. Aku merasa sudah berputus asa bahkan aku merasa benar-benar nekat menantang kemauan suamiku itu. Aku mau lihat bagaimana reaksinya nanti bila aku benar-benar bersetubuh dengan laki-laki lain. Apakah dia nanti tidak akan menyesal bahwa istrinya telah dinikmati orang lain? Atau setidak-tidaknya seluruh bagian tubuh istrinya yang sangat rahasia telah dilihat dan dinikmati oleh laki-laki lain.

Tidak berapa lama kemudian aku masuk ke kamar dan siap untuk pergi tidur. Secara demonstratif aku memakai baju tidur nylon yang tipis tanpa BH sehingga buah dadaku terlihat membayang di balik baju tidur itu. Ketika aku keluar kamar, baik suamiku maupun Iyan agak terhenyak untuk beberapa saat. Akan tetapi mereka segera dapat menguasai dirinya kembali dan suamiku langsung berkata kepadaku, "Ayo..!" kata suamiku dengan wajah yang berseri-seri dan semangat yang tinggi suamiku mengajak kami segera masuk ke kamar tidur.

Setelah lama terdiam akhirnya suamiku mengambil inisiatif dengan mulai menyentuh dan melingkarkan tangan di dadaku dan menyentuh payudaraku dari luar daster. Mendapat tindakan demikian Iyan mulai mengelus-elus pahaku yang telah terbuka, karena dasterku telah terangkat ke atas.Dengan berpura-pura tenang aku segera merebahkan diri bertelungkup di atas tempat tidur. Sebenarnya aku tetap masih merasa risih tubuhku dijamah oleh seorang laki-laki lain apalagi aku dalam keadaan hanya memakai sehelai baju tidur nylon yang tipis dan tanpa BH. Akan tetapi kupikir aku harus berusaha tetap tenang agar keinginan suamiku dapat terwujud dengan baik.

Kemudian Iyan menarik tanganku dan meletakkannya di atas pangkuannya. Sementara itu bibirnya mulai menyusur leher dan belakang telingaku (bagian yang paling sensitif bagiku). Setelah itu suamiku berbisik di telingaku, inilah saat untuk merealisasikan fantasi kita. Sekarang Iyan mulai mengambil alih permainan selanjutnya. Aku langsung ditariknya, pelukannya dan tangannya yang satu langsung mendekap payudaraku yang sebelah kanan, sedangkan tangannya yang satu mengelus-elus punggungku sambil mulutnya melumat bibirku dengan gemas. Tangan Iyan yang berada di payudaraku disisipkan pada belahan daster yang terbuka dan mulai memelintir dengan halus ujung putingku yang telah mengeras.

Iyan mendorongku perlahan-lahan sehingga berbaring di ranjang. Jemarinya mulai meremas-remas payudaraku dan memilin-milin putingnya. Saat itu separuh tubuhku masih belum total terhanyut tetapi ternyata Iyan jagoan juga dan dalam waktu mungkin kurang dari 10 menit aku mulai mengeluarkan suara mendesis yang tak bisa kutahan. Kulihat dia tersenyum. Dan menghentikan aktivitasnya. Kini Iyan berusaha membuka baju tidurku belum selesai berpikir beberapa saat kemudian aku merasakan tarikan lembut di pahaku dan merasakan hawa dingin AC di kulit pahaku yang berarti celana dalamku telah dilepas. Iyan menelanjangi diriku dengan seenaknya sampai aku benar-benar dalam keadaan bertelanjang bulat tanpa ada lagi sehelai benang pun yang menutupi tubuhku.

Aku hanya dapat memejamkan mata dan pasrah saja menahan perasaan malu bercampur gejolak dalam diriku ketika tubuhku ditelanjangi di hadapan suamiku sendiri. Kemudian dia menelentangi tubuhku dan menatap dengan penuh selera tubuhku yang telah berpolos bugil sepuas-puasnya. Aku benar-benar tidak dapat melukiskan betapa perasaanku saat itu. Seumur hidupku, aku belum pernah bertelanjang bulat di hadapan laki-laki lain apalagi dalam situasi seperti sekarang ini. Aku merasa sudah tidak ada lagi rahasia tubuhku yang tidak diketahui Iyan.

Secara reflek, dalam keadaan terangsang, aku mengusap-usap kemaluan Iyan yang telah tegang dari luar celananya. Bagian bawah celana Iyan terlihat menggembung besar. Aku mengira-ngira betapa besar kemaluan Iyan ini. Kemudian Iyan menarik tanganku ke arah resluiting celananya yang telah terbuka dan menyusupkan tanganku memegang kemaluan Iyan yang telah tegang itu. Aku langsung tersentak ketika terpegang senjata Iyan yang tampaknya besar itu.

Suamiku kelihatan benar-benar menikmati adegan tersebut. Tanpa berkedip dia menyaksikan bagaimana tubuh istrinya digarap dan dinikmati habis-habisan oleh laki-laki lain. Sebagai seorang wanita normal keadaan ini mau tidak mau akhirnya membuatku terbenam juga dalam suatu arus birahi yang hebat. Jilatan-jilatan Iyan di bagian tubuhku yang sensitif membuatku bergelinjang dengan dahsyat menahan arus birahi yang belum pernah kurasakan selama ini. Setelah beberapa saat mengelusnya, kemudian Iyan berdiri di hadapanku dan membuka celananya sehingga kemaluannya tiba-tiba melonjak keluar, seakan-akan baru bebas dari kungkungan dan sekarang dengan jelas terlihat.

Kini Iyan berada dalam keadaan bertelanjang bulat. Sehingga aku dapat menyaksikan ukuran alat kejantanan Iyan yang telah menjadi tegang ternyata memang jauh lebih besar dan lebih panjang dari ukuran alat kejantanan suamiku yang mungkin cuma setengahnya. Bentuknya pun agak berlainan.



Aku sangat terkejut melihat kemaluan Iyan yang sangat besar dan panjang itu. Kemaluan yang sebesar itu yang sepertinya hanya ada di film-film BF saja. Batang penisnya kurang lebih berdiameter 5 cm dikelilingi oleh urat-urat yang melingkar dan pada ujung kepalanya yang sangat besar, panjangnya mungkin kurang lebih 18 cm, pada bagian pangkalnya ditumbuhi dengan rambut keriting yang lebat. Kulitnya agak tebal, terus ada urat besar di sisi kiri dan kanan yang terlihat seperti ada cacing di dalam kulitnya. Kepala batangnya tampak kompak (ini istilahku!), penuh dan agak berkerut-kerut. Garis lubangnya tampak seperti luka irisan di kepala kemaluannya. Kemudian dia menyodorkan alat kejantanannya tersebut ke hadapan wajahku.

Sesaat aku menoleh ke arah suamiku, aku tidak menduga akan menghadapi penis yang sebesar itu. Aku mulanya juga agak ragu-ragu, tapi untuk menghentikan ini, kelihatannya sudah kepalang, karena tidak enak hati pada Iyan yang telah bersedia memenuhi keinginan kami itu.Secara reflek aku segera menggenggam alat kejantanannya dan terasa hangat dalam telapak tanganku. Aku memegangnya perlahan, terasa ada sedikit kedutan terutama di bagian uratnya. Lingkaran genggamanku tampak tak tersisa memenuhi lingkaran batangnya. Aku tidak pernah membayangkan selama ini bahwa aku akan pernah memegang alat kejantanan seorang laki-laki lain di hadapan suamiku.

Dengan penuh keragu-raguan aku melirik kepada suamiku. Kulihat dia semakin bertambah asyik menikmati bagian dari adegan itu tanpa memikirkan perasaanku sebagai istrinya yang sedang digarap habis-habisan oleh seorang laki-laki lain, yang juga merupakan bekas pacarku. Dalam hatiku tiba-tiba muncul perasaan geram terhadap suamiku, sehingga dengan demonstratif kuraih alat kejantanan Iyan itu ke dalam mulutku menjilati seluruh permukaannya dengan lidahku kemudian kukulum dan hisap sehebat-hebatnya.Aku merasa sudah kepalang basah maka aku akan nikmati alat kejantanan itu dengan sepuas-puasnya sebagaimana kehendak suamiku. Kuluman dan hisapanku itu membuat alat kejantanan Iyan yang memang telah berukuran besar menjadi bertambah besar lagi.

Di lain keadaan dari alat kejantanan Iyan yang sedang mengembang keras dalam mulutku kurasakan ada semacam aroma yang khas yang belum pernah kurasakan selama ini. Aroma itu menimbulkan suatu rasa sensasional dalam diriku dan liang kewanitaanku mulai terasa menjadi liar hingga secara tidak sadar membuatku bertambah gemas dan semakin menjadi-jadi menghisap alat kejantanan itu lebih hebat lagi secara bertubi-tubi. Kuluman dan hisapanku yang bertubi-tubi itu rupanya membuat Iyan tidak tahan lagi. Dengan keras dia menghentakkan tubuhku dalam posisi telentang di atas tempat tidur. Aku pun kini semakin nekat dan pasrah untuk melayaninya.

Aku segera membuka kedua belah pahaku lebar-lebar. "Yan..." aku bahkan tidak tahu memanggilnya untuk apa. Sambil berlutut mendekatkan tubuhnya di antara pahaku, Iyan berbisik, "Ssttt... kamu diam saja, nikmati saja!" katanya sambil dengan kedua tangannya membuka pahaku sehingga selangkanganku terkuak tepat menghadap pinggulnya karena ranjangnya tidak terlalu tinggi. Itu juga berarti bahwa sekian saat lagi akan ada sesuatu yang akan menempel di permukaan kemaluanku. Benar saja, aku merasakan sebuah benda tumpul menempel tepat di permukaan kemaluanku. Tidak langsung diselipkan di ujung lubangnya, tetapi hanya digesek-gesekkan di seluruh permukaan bibirnya, membuat bibir-bibir kemaluanku terasa monyong-monyong kesana kemari mengikuti arah gerakan kepala kemaluannya. Tetapi pengaruh yang lebih besar ialah aku merasakan rasa nikmat yang benar-benar bergerak cepat di sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan itu.

Beberapa saat Iyan melakukan itu, cukup untuk membuat tanganku meraih tangannya dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku benar-benar menanti puncak permainannya. Iyan menghentikan aktivitasnya itu dan menempelkan kepala kemaluannya tepat di antara bibir kemaluanku dan terasa bagiku tepat di ambang lubang kemaluanku. Aku benar-benar menanti tusukannya. Oh.. God... please! Tidak ada siksaan yang lebih membuat wanita menderita selain dalam kondisiku itu. Sesaat aku lupa kalau aku sudah bersuami, yang aku lihat cuma Iyan dan barangnya yang besar panjang. Ada rasa takut, ada pula rasa ingin cepat merasakan bagaimana rasanya dicoblos barang yang lebih besar, lebih panjang, "Ooouugghhh," tak sabar aku menunggunya.

Tiba-tiba aku merasakan sepasang jemari membuka ke kiri dan ke kanan bibir-bibir kemaluanku. Dan yang dahsyat lagi aku merasakan sebuah benda tumpul dari daging mendesak di tengah-tengah bentangan bibir itu. Aku mulai sedikit panik karena tidak mengira akan sejauh ini tetapi tentu saja aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku sendiri yang memulainya tadi dan juga aku sangat mengaguminya.Perlahan-lahan Iyan mulai memasukkan penisnya ke vaginaku. Aku berusaha membantu dengan membuka bibir vaginaku lebar-lebar. Kelihatannya sangat sulit untuk penis sebesar itu masuk ke dalam lubang vaginaku yang kecil. Tangan Iyan yang satu memegang pinggulku sambil menariknya ke atas, sehingga pantatku agak terangkat dari tempat tidur, sedangkan tangannya yang satu memegang batang penisnya yang diarahkan masuk ke dalam vagina.

Pada saat Iyan mulai menekan penisnya, aku menjerit tertahan, "Aduuhh... sakiiitt... Yann..., pelan-pelan... doong." Iyan agak menghentikan kegiatannya sebentar untuk memberiku kesempatan untuk mengambil nafas, kemudian Iyan melanjutkan kembali usahanya untuk memasukkan penisnya. Sementara itu batang kemaluan Iyan mulai mendesak masuk dengan mantap. Sedikit demi sedikit aku merasakan terisinya ruangan dalam liang kemaluanku. Aku benar-benar tergial ketika merasakan kepala kemaluannya mulai melalui liang kemaluanku, diikuti oleh gesekan dari urat-urat batangnya setelahnya. Aku hanya mengangkang merasakan desakan pinggul Iyan sambil membuka pahaku lebih lebar lagi.

Aku mulai merasakan perasaan penuh di kemaluanku dan semakin penuh seiring dengan semakin dalamnya batang itu masuk ke dalam liangnya. Sedikit suara lenguhan kudengarkan dari Iyan ketika seluruh batang itu amblas masuk. Aku sendiri tidak mengira batang sebesar dan sepanjang tadi bisa masuk seluruhnya. Rasanya seperti terganjal dan untuk menggerakkan kaki saja rasanya agak susah. Sesaat keherananku yang sama muncul ketika melihat film biru di mana adegannya seorang cewek berada di atas cowoknya dan bisa bergerak naik-turun dengan cepat. Padahal ketika seluruh batang kemaluannya yang besar itu masuk, bergerak sedikit saja terasa aneh bagiku. Sedikit demi sedikit aku mulai merasa nyaman.

Saat itu seluruh batang kemaluan Iyan telah amblas masuk seluruhnya di dalam liang kemaluanku. Tanpa sengaja aku terkejang seperti menahan kencing sehingga akibatnya seperti meremas batang kemaluan Iyan. Aku agak terlonjak sejenak ketika merasakan alat kejantanan Iyan itu menerobos ke dalam liang kemaluanku dan menyentuh leher rahimku. Aku terlonjak bukan karena alat kejantanan itu merupakan alat kejantanan dari seorang laki-laki lain yang pertama yang kurasakan memasuki tubuhku selain alat kejantanan suamiku, akan tetapi lebih disebabkan aku merasakan alat kejantanan Iyan memang terasa lebih istimewa daripada alat kejantanan suamiku, baik dalam ukuran maupun ketegangannya.

Selama hidupku memang aku tidak pernah melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain selain suamiku sendiri dan keadaan ini membuatku berpikiran lain. Aku tidak menyangka ukuran alat kejantanan seorang laki-laki sangat berpengaruh sekali terhadap kenikmatan seks seorang wanita. Oleh karena itu secara refleks aku mengangkat kedua belah pahaku tinggi-tinggi dan menjepit pinggang Iyan erat-erat untuk selanjutnya aku mulai mengoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan tubuh Iyan. Saat itu kakiku masih menjuntai di lantai karpet kamar. Tanganku memegangi lengannya yang mencengkeram pinggulku. Aku menariknya kembali ketika Iyan menarik kemaluannya dan belum sampai tiga perempat panjangnya kemudian menghunjamkannya lagi dengan kuat. Aku nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat yang disiramkannya secara tiba-tiba itu.

Begitulah beberapa kali Iyan melakukan hujaman-hujaman ke dalam liang terdalamku tersebut. Setiap kali hujaman seperti menyiramkan rasa nikmat yang amat banyak ke tubuhku. Aku begitu terangsang dan semakin terangsang seiring dengan semakin seringnya permukaan dinding lubang kemaluanku menerima gesekan-gesekan dari urat-urat batang kemaluan Iyan yang seperti akar-akar yang menjalar-jalar itu. Biasanya suamiku kalau bersenggama semakin lama semakin cepat gerakannya, tetapi Iyan seperti menemukan sebuah irama gerakan yang konstan tidak cepat dan tidak lambat.

Tapi anehnya justru bagiku aku semakin bisa merasakan setiap milimeter permukaan kulit kemaluannya. Pada tahap ini, seperti sebuah tahap ancang-ancang menuju ke sebuah ledakan yang hebat, aku merasakan pahaku mulai seperti mati rasa seiring dengan semakin membengkaknya rasa nikmat di area selangkanganku. Tubuh kami sebentar menyatu kemudian sebentar lagi merenggang diiringi desah nafas kami yang semakin lama semakin cepat.

Sementara itu aku pun kembali melirik ke arah suamiku. Kudapati suamiku agak ternganga menyaksikan bagaimana diriku disetubuhi oleh Iyan. Melihat penampilan suamiku itu, timbul kembali geram di hatiku, maka secara lebih demonstratif lagi kulayani permainan Iyan sehebat-hebatnya secara aktif bagaikan adegan dalam sebuah film biru. Keadaan ini tiba-tiba membuatku merasakan ada suatu kepuasan dalam diriku. Hal itu bukan saja disebabkan oleh kenikmatan seks yang sedang kualami bersama Iyan, akan tetapi aku juga memperoleh suatu kepuasan lain yaitu aku telah dapat melampiaskan rasa kesalku terhadap suamiku. Suamiku menghendakiku berhubungan seks dengan laki-laki lain dan malam ini kulaksanakan sepuas-puasnya, sehingga malam ini aku bukan seperti aku yang dulu lagi. Diriku sudah tidak murni lagi karena dalam tubuhku telah hadir tubuh laki-laki lain selain suamiku.

Setelah agak beberapa lama kami bergumul tiba-tiba Iyan menghentikan gerakannya dan mengeluarkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegar dari liang kenikmatanku. Kupikir dia telah mengalami ejakulasi dini. Pada mulanya aku agak kecewa juga karena aku sendiri belum merasakan apa-apa. Bahkan aku tidak merasakan adanya sperma yang tumpah dalam rahimku. Akan tetapi rupanya dugaanku salah, kulihat alat kejantanannya masih sangat tegar berdiri dengan kerasnya. Iyan menghentikan persetubuhannya karena dia meminta suamiku menggantikannya untuk meneruskan hubungan seks tersebut. Kini dia yang akan menonton diriku disetubuhi oleh suamiku sendiri.

Suamiku dengan segera menggantikan Iyan dan mulai menyetubuhi diriku dengan hebat. Kurasakan nafsu birahi suamiku sedemikian hebat dan bernyala-nyala sehingga sambil berteriak-teriak kecil dia menghunjamkan tubuhnya ke tubuhku. Akan tetapi apakah karena aku masih terpengaruh oleh pengalaman yang barusan kudapatkan bersama Iyan, maka ketika suamiku menghunjamkan alat kejantanannya ke dalam liang kenikmatanku, kurasakan alat kejantanan suamiku itu kini terasa hambar. Kurasakan otot-otot liang senggamaku tidak lagi sedemikian tegangnya menjepit alat kejantanan itu sebagaimana ketika alat kejantanan Iyan yang berukuran besar dan panjang itu menerobos sampai ke dasar liang senggamaku. Alat kejantanan suamiku kurasakan tidak sepenuhnya masuk ke dalam liang senggamaku dan terasa lebih lembek bahkan dapat kukatakan tidak begitu terasa lagi dalam liang senggamaku yang kini telah pernah diterobos oleh sesuatu benda yang lebih besar.

Di lain keadaan mungkin disebabkan pengaruh minuman alkohol yang terlalu banyak, atau mungkin juga suamiku telah berada dalam keadaan yang sedemikian rupa sangat tegangnya, sehingga hanya dalam beberapa kali saja dia mengayunkan tubuhnya di atas tubuhku dan dalam waktu kurang dari satu menit, suamiku telah mencapai puncak ejakulasi dengan hebat. Malahan karena alat kejantanan suamiku tidak berada dalam liang kewanitaanku secara sempurna, dia telah menyemprotkan separuh spermanya agak di luar liang kewanitaanku dengan berkali-kali dan sangat banyak sekali sehingga seluruh permukaan kemaluan sampai ke sela pahaku basah kuyub dengan cairan sperma suamiku. Selanjutnya suamiku langsung terjerembab tidak bertenaga lagi terhempas kelelahan di sampingku.



Sementara itu aku masih dalam keadaan liar. Bagaikan seekor kuda betina binal aku jadi bergelinjangan tidak karuan karena aku belum sempat mengalami puncak ejakulasi sama sekali semenjak disetubuhi oleh Iyan. Oleh karena itu sambil mengerang-erang kecil aku raih alat kejantanan suamiku itu dan meremas-remasnya dengan kuat agar dapat segera tegang kembali. Akan tetapi setelah berkali-kali kulakukan usahaku itu tidak membawa hasil. Alat kejantanan suamiku malahan semakin layu sehingga akhirnya aku benar-benar kewalahan dan membiarkan dia tergolek tanpa daya di tempat tidur. Selanjutnya tanpa ampun suamiku tertidur dengan nyenyak dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.

Aku segera bangkit dari tempat tidur dalam keadaan tubuh yang masih bertelanjang bulat menuju kamar mandi yang memang menyatu dengan kamar tidurku untuk membersihkan cairan sperma suamiku yang melumuri tubuhku. Kemudian tiba-tiba Iyan yang masih dalam keadaan bertelanjang bulat langsung memelukku dari belakang sambil memagut serta menciumi leherku secara bertubi-tubi. Selanjutnya dia membungkukkan tubuhku ke pinggir ranjang aku kini berada dalam posisi menungging. Dalam posisi yang sedemikian Iyan menyetubuhi diriku dari belakang dengan garangnya sehingga dengan cepat aku telah mencapai puncak ejakulasi terlebih dahulu. Begitu aku sedang mengalami puncak ejakulasi, Iyan menarik alat kejantanannya dari liang senggamaku, seluruh tubuhku terasa menjadi tidak karuan, kurasakan liang kenikmatanku berdenyut agak aneh dalam suatu gerakan liar yang sangat sukar sekali kulukiskan dan belum pernah kualami selama ini. Aku kini tidak dapat tidur walaupun barusan aku telah mengalami orgasme bersama Iyan.

Dalam keadaan yang sedemikian tiba-tiba Iyan yang masih bertelanjang bulat sebagaimana juga diriku, menarikku dari tempat tidur dan mengajakku tidur bersamanya di kamar tamu di sebelah kamarku. Bagaikan didorong oleh suatu kekuatan hipnostisme yang besar, aku mengikuti Iyan ke kamar sebelah. Kami berbaring di ranjang sambil berdekapan dalam keadaan tubuh masing-masing masih bertelanjang bulat bagaikan sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu. Memang saat itu aku merasa diriku seakan berada dalam suatu suasana yang mirip pada saat aku mengalami malam pengantinku yang pertama. Sambil mendekap diriku Iyan terus-menerus menciumiku sehingga aku kembali merasakan suatu rangsangan birahi yang hebat. Dan tidak lama kemudian tubuh kami kami pun udah bersatu kembali dalam suatu permainan persetubuhan yang dahsyat.

Tidak berapa lama kemudian Iyan membalikkan tubuhku sehingga kini aku berada di posisi atas. Selanjutnya dengan spontan kuraih alat kejantanannya dan memandunya ke arah liang senggamaku. Kemudian kutekan tubuhku agak kuat ke tubuh Iyan dan mulai mengayunkan tubuhku turun-naik di atas tubuhnya. Mula-mula secara perlahan-lahan akan tetapi lama-kelamaan semakin cepat dan kuat sambil berdesah-desah kecil. Sementara itu Iyan dengan tenang telentang menikmati seluruh permainanku sampai tiba-tiba kurasakan suatu ketegangan yang amat dahsyat dan dia mulai mengerang-erang kecil. Dengan semakin cepat aku menggerakkan tubuhku turun-naik di atas tubuh Iyan dan nafasku pun semakin memburu berpacu dengan hebat menggali seluruh kenikmatan tubuh laki-laki yang berada di bawahku.

Tidak berapa lama kemudian aku menjadi terpekik kecil melepaskan puncak ejakulasi dengan hebat dan tubuhku langsung terkulai menelungkup di atas tubuh Iyan. Setelah beberapa saat aku tertelungkup di atas tubuh Iyan, tiba-tiba dia bangkit dengan suatu gerakan yang cepat. Kemudian dengan sigap dia menelentangkan tubuhku di atas tempat tidur dan mengangkat tinggi-tinggi kedua belah pahaku ke atas sehingga liang kenikmatanku yang telah basah kuyup tersebut menjadi terlihat jelas menganga dengan lebar. Selanjutnya Iyan mengacungkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegang itu ke arah liang kewanitaanku dan menghunjamkan kembali alat kejantanannya tersebut ke tubuhku dengan garang. Aku menjadi terhentak bergelinjang kembali ketika alat kejantanan Iyan mulai menerobos dengan buasnya ke dalam tubuhku dan membuat gerakan mundur-maju dalam liang senggamaku.

Aku pun kini semakin hebat menggoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan turun-naiknya alat kejantanan Iyan yang semakin lama semakin cepat menggenjotkan di atas tubuhku. Aku merasakan betapa liang kewanitaanku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap alat kejantanan Iyan yang teramat besar dan panjang itu sedalam-dalamnya serta melumat seluruh otot-ototnya yang kekar dengan rakusnya. Selama pertarungan itu beberapa kali aku terpekik agak keras karena kemaluan Iyan tegar dan perkasa itu menghujam lubang kemaluanku.

Akhirnya kulihat Iyan tiba juga pada puncaknya. Dengan mimik wajah yang sangat luar biasa dia melepaskan puncak orgasmenya secara bertubi-tubi menyemprotkan seluruh spermanya ke dalam tubuhku dalam waktu yang amat panjang. Sementara itu alat kejantanannya tetap dibenamkannya sedalam-dalamnya di liang kewanitaanku sehingga seluruh cairan birahinya terhisap dalam tubuhku sampai titik penghabisan. Selanjutnya kami terhempas kelelahan ke tempat tidur dengan tubuh yang tetap menyatu.

Selama kami tergolek, alat kejantanan Iyan masih tetap terbenam dalam tubuhku, dan aku pun memang berusaha menjepitnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam tubuhku. Setelah beberapa lama kami tergolek melepaskan lelah, Iyan mulai bangkit dan menciumi wajahku dengan lembut yang segera kusambut dengan mengangakan mulutku sehingga kini kami terlibat dalam suatu adegan cium yang mesra penuh dengan perasaan. Sementara itu tangannya dengan halus membelai-belai rambutku sebagaimana seorang suami yang sedang mencurahkan cinta kasihnya kepada istrinya.

Suasana romantis ini akhirnya membuat gairah kami muncul kembali. Kulihat alat kejantanan Iyan mulai kembali menegang tegak sehingga secara serta merta Iyan segera menguakkan kedua belah pahaku membukanya lebar-lebar untuk kemudian mulai menyetubuhi diriku kembali.Berlainan dengan suasana permulaan yang kualami tadi, dimana kami melakukan persetubuhan dalam suatu pertarungan yang dahsyat dan liar. Kali ini kami bersetubuh dalam suatu gerakan yang santai dalam suasana yang romantis dan penuh perasaan. Kami menikmati sepenuhnya sentuhan-sentuhan tubuh telanjang masing-masing dalam suasana kelembutan yang mesra bagaikan sepasang suami istri yang sedang melakukan kewajibannya.

Aku pun dengan penuh perasaan dan dengan segala kepasrahan melayani Iyan sebagaimana aku melayani suamiku selama ini. Keadaan ini berlangsung sangat lama sekali. Suasana ini berakhir dengan tibanya kembali puncak ejakulasi kami secara bersamaan. Kami kini benar-benar kelelahan dan langsung tergolek di tempat tidur untuk kemudian terlelap dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang dalam.

Semenjak pengalaman kami malam itu, suamiku tidak mempermasalahkan lagi soal fantasi seksualnya dan tidak pernah menyinggung lagi soal itu. Namun apa yang kurasakan bersama suamiku secara kualitas kurasakan tidak sehebat sebagaimana yang kualami bersama Iyan. Kuakui malam itu Iyan memang hebat. Walaupun telah beberapa waktu berlalu namun bayangan kejadian malam itu tidak pernah berlalu dalam benakku. Malam itu aku telah merasakan suatu kepuasan seksual yang luar biasa hebatnya yang belum pernah kualami bersama suamiku selama ini.

Walaupun telah beberapa kali menyetubuhiku, Iyan masih tetap saja kelihatan bugar. Alat kejantanannya pun masih tetap berfungsi dengan baik melakukan tugasnya keluar-masuk liang kewanitaanku dengan tegar hingga membuatku menjadi agak kewalahan. Aku telah terkapar lunglai dengan tidak putus-putusnya mengerang kecil karena terus-menerus mengalami puncak orgasme dengan berkali-kali namun alat kejantanan Iyan masih tetap tegar bertahan. Memang secara terus terang kuakui bahwa selama melakukan hubungan seks dengan suamiku beberapa bulan belakangan itu, aku tidak pernah mengalami puncak orgasme sama sekali. Apalagi dalam waktu yang berkali-kali dan secara bertubi-tubi seperti malam itu. Sehingga secara terus terang setelah hubungan kami yang pertama di malam itu kami masih tetap berhubungan tanpa sepengetahuan suamiku.

Awalnya di suatu pagi Iyan berkunjung ke rumahku pada saat suamiku sudah berangkat ke tempat tugasnya. Secara terus terang saat itu dia minta tolong kepadaku untuk menyalurkan kebutuhan seksnya. Mulanya aku ragu memenuhi permintaannya itu. Akan tetapi anehnya aku tidak kuasa untuk menolak permintaan tersebut. Sehingga kubiarkan saja dia melepaskan hasrat birahinya. Hubungan itu rupanya membawa diriku ke dalam suatu alam kenikmatan lain tersendiri.

Ketika kami berhubungan seks secara terburu-buru di suatu ruangan terbuka kurasakan suatu sensasi kenikmatan yang hebat dan sangat menegangkan. Keadaan ini membawa hubunganku dan Iyan semakin berlanjut. Demikianlah sehingga akhirnya aku dan Iyan sering membuat suatu pertemuan sendiri di luar rumah. Melakukan hubungan seks yang liar di luar rumah, baik di kamar cottage ataupun di kamar hotel, bahkan di rumahku ketika suamiku tidak ada di rumah. Kami saling mengisi kebutuhan jasmani masing-masing dalam adegan-adegan sebagaimana yang pernah kami lakukan di kamar tidurku di malam itu, dan sudah barang tentu perbedaannya kali ini adegan-adegan tersebut kini kami lakukan tanpa dihadiri dan tanpa diketahui oleh suamiku.

kami berdua sama-sama keluar, kukeluarkan spermaku di luar

Pulang kuliah, aku langsung bergegas pulang, karena kulihat sudah jam 14:30 WIB. Dengan cepat kumasukkan buku yang sekiranya akan dipakai ke dalam tas, karena takut terlambat. Sesampainya di rumah Laura, aku langsung memencet bel yang ada di gerbang depan rumahnya, rumahnya tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman kelihatannya. Sempat aku bertanya, kok rumahnya sepi banget. Kalau begitu berarti bonyoknya lagi pada pergi, jawabku dalam hati.

Tak lama setelah itu, Laura keluar membukakan pintu. Aku cukup kaget dengan penampilannya yang menarik, kali ini dia memakai kaos yang cukup ketat dan celana pendek ketat. Dia tersenyum lebar padaku, sambil mempersilakan aku masuk. Ketika masuk, aku merasakan rumahnya benar-benar sepi. "Langsung saja kita ke ruang tengah, yuk!" ajaknya.

Sesampainya di ruang tengah, aku langsung duduk di karpet karena tidak ada sofa. Ruang tengahnya didesain ala Jepang dengan meja Jepang yang pendek yang disertai rak majalah di bawahnya.

"Tunggu yah, aku mau mandi dulu", katanya, "Habis keringatan abis senam nih!" Ternyata aku baru tahu kalau badannya bagus karena ia sering senam. "Kamu mulai aja dulu, nanti terangin ke aku yah", katanya. "Kalo mau minum, ambil aja sendiri, soalnya pembantuku sedang sakit, dia lagi tiduran di kamarnya."

Cukup lama aku belajar sambil menunggunya dan akhirnya aku bosan dan melihat-lihat majalah yang ada di bawah meja di depanku. Kulihat semuanya majalah wanita, mulai dari kawanku, kosmo, dan majalah wanita berbahasa jepang. Tanpa sengaja, ketika kulihat-lihat kutemukan sebuah majalah yang berisikan foto cowok bugil dengan otot-otot yang bagus di tengah majalah bahasa jepang itu. Aku sempat kaget melihatnya. Bersamaan dengan itu, ia keluar dari kamar mandi yang letaknya di sudut kamar tengah di mana aku duduk. Dia keluar memakai kimono kain handuk putih. Karena keasyikan, aku tidak sadar kalau dia mendekatiku. Kupikir dia pasti masuk ke kamarnya untuk berpakaian terlebih dahulu. Aku sempat grogi, karena aku belum pernah didekati oleh wanita yang hanya menggunakan baju mandi, karena di rumahku tidak ada saudara perempuan, jadi aku merasa tidak biasa.

"Ih, kamu, disuruh belajar malah liat-liat yang aneh-aneh."
"Ini mah nggak aneh atuh", kataku, "Aku juga punya, dan badanku juga kayak gini loh!" bisikku sambil menunjuk ke salah satu model cowok di majalah tersebut.
Aku memang sudah ikutan fitness sejak kelas 2 SMU, tak heran kalau aku lebih terkenal karena badanku yang bagus dibanding kegantenganku.
"Ah, masa?" katanya, "Gua nggak percaya ah."
"Kamu kok tahan sih liat-liat kaya beginian?" tanyaku.
"Mana ada yang tahan sih?" balasnya.
"Tadi lagi nunggu kamu dateng ke sini saja aku sempet liat-liat dulu majalah itu lho! Jadi kamu tau khan, kenapa saya lama mandinya?" jawabnya sambil tersenyum mesum.
"Ihh, kamu ini!" balasku, "Ternyata suka juga ya sama yang gituan."
"Iya dong, tapi, James katanya kalo maen langsung lebih enak ya dibanding masturbasi?" tanyanya. Saya sempat kaget ketika dia tanya hal yang begitu dalamnya.

"Kata kamu, kamu mirip ama yang di foto majalah itu, buktiin dong."
Wah, kupikir ini cewek sudah horny banget. Aku sempat grogi untuk kedua kalinya, aku cuma bisa tersenyum.
"Iya sih katanya, tapi khan..."
Belum selesai aku bicara, dia langsung mencium bibirku.
"James, tau nggak kalo aku tuh sebetulnya udah seneng banget ama kamu semenjak aku ketemu kamu", bisiknya sambil mencium bibirku. Aku kaget dan responku cuma bisa menerima saja, soalnya enak sih rasanya. Terus terang aku belum pernah dicium oleh cewek sampai seenak itu, dia benar-benar ahli.

Tanpa sadar, posisinya sudah berada di atas pangkuanku dengan paha yang menjepit perutku. Sambil menciuminya, kuelus-elus pahanya dari atas ke bawah, dan dia mendesah, "Akh... enak sekali!" Kuteruskan aksiku sampai ke kemaluannya, kuraba klitorisnya, dan kugosok-gosok. Desahannya semakin keras, dan tiba-tiba dia berhenti. "Wah, kok berhenti?" aku bertanya dalam hatiku. Langsung saja kubisikkan padanya bahwa aku juga betul-betul menginginkannya jadi pacarku sejak awal bertemu. "Lalu mengapa kamu nggak bilang ama aku?" tanyanya. "Karena aku takut kalau perasaan kita berbeda", jawabku. Dia sempat terdiam sejenak.

Langsung timbul pikiran kotorku. "Udah tanggung nih", pikirku. Batang kemaluanku betul-betul sudah bedenyut-denyut sejak tadi. Langsung saja kubuka baju mandinya, dan kukulum dan kuhisap buah dadanya. Dia menerima saja, malah merasa keenakan, hal ini terlihat dari ekspresi wajahnya. Putingnya menjadi mengeras dan tak lama kemudian, dia mendesah, "Aakh..." saat kupegang liang kewanitaannya yang mulai basah.

Aku semakin terangsang, batang kemaluanku benar-benar sakit rasanya. "Sayang, boleh kan kalau aku menjilati lubang keramatmu?" Dia mengangguk tanda setuju. Langsung saja kujilati liang kewanitaannya terutama daerah klitorisnya. Lumayan lama aku menjilatinya sampai aku merasa mulutku kering sekali. Akhirnya dia mendesah panjang, "Aakhhh... aku mau keluar James..." Terlihat cairan putih keluar dari liang senggamanya, baunya amat merangsang dan rasanya jauh lebih merangsang lagi.

"James, maen beneran yuk?" ajaknya.
"Wah, gila juga nih cewek", pikirku.
Karena batang kemaluanku sudah sakitnya bukan main, langsung saja aku iyakan. Lalu kubuka semua baju dan celanaku. Kubaringkan dia di lantai berkarpet, dan kulipat kakinya, kunaikkan ke bahuku, dan mulai kumasukkan batang kemaluanku yang sudah tegak itu. Sempit sekali, hampir tidak bisa jalan. Kutekan lebih keras. Dia menjerit kesakitan, "Stop James, sakit tau." Aku tidak menghiraukannya dan terus menekan batang kemaluanku sampai rasanya kepala batang kemaluanku menabrak sesuatu. Lalu aku mulai memaju-mundurkan badanku ke depan dan ke belakang.

Laura mulai merasa enak, dia sudah tidak menjerit lagi.
"Tuh enak kan", kataku.
"Iyah", jawabnya, "Bener! enak sekali.. lebih cepet dong James."
Kupercepat permainanku, dan dia mendesah, "Ah.. ah.. ah.." karena merasa nikmat. Lama juga aku mengocoknya.
Tak lama kemudian, "James.. aku mau keluar lagi."
"Sama", balasku.
"Sedikit lagi, James... Aakkhhh... enak sekali James", bersamaan dengan itu, aku pun keluar dan kukeluarkan seluruh spermaku di dalam liang kewanitaannya. Batang kemaluanku terasa hangat dan nikmat bercampur jadi satu. Kutarik batang kemaluanku keluar dan kulihat tetesan darah di karpet. Aku sempat kaget, berarti dia masih perawan. Aku sempat merasa senang banget waktu itu.

Laura bangun dan dia kaget saat melihat batang kemaluanku yang cukup besar, panjang 15,5 cm diameter 3,5 cm. Langsung dia kulum batang kemaluanku, yang sudah mau tidur lagi. Begitu dikulum, batang kemaluanku berdiri lagi karena enaknya. Dia mainkan lidahnya di kepala batang kemaluanku dan menjilat seluruh bagian batang kemaluanku sampai masuk semua, sampai akhirnya aku merasa ada dorongan yang kuat pada batang kemaluanku dan, "Creeet.. creeet.. creet.." spermaku keluar, dia hisap dan sebagian muncrat ke wajahnya. "Hmmm.. enak sekali James", terlihat ekspresi wajahnya yang senang.

Kami pun kelelahan, dan berbaring bersama di ruang tengah sambil berpelukan dan mengucapkan kata-kata sayang. Tanpa terasa waktu sudah jam 6 sore. Kami mandi bersama, dan setelah itu kami makan malam bersama. Aku disuruhnya menginap, karena malammya kita mau mempraktekkan jurus yang lain katanya. Aku mengiyakan saja. Lalu kutelepon ke rumah dan bilang bahwa aku malam ini mau menginap di rumah teman, aku tidak bilang itu rumah Laura, karena sudah pasti tidak boleh.

Begitu selesai, kita sempat tertawa bersama karena kita tidak belajar malah bermain seks. Tapi tidak masalah sekalian buat penyegaran menuju ujian. Dia balas dengan senyum. Karena kehabisan pembicaraan, akhirnya kami mulai terangsang lagi untuk berciuman. Kali ini aksinya lebih gila. Sambil berciuman kami saling membuka baju. Sampai tidak ada satu benang pun menempel di badan kita. Lalu di bicara, "James, kita ke kamarku yuk, biar lebih asyik." Kugendong dia ke dalam kamarnya, dan kita lanjutkan lagi dengan berciuman. Tak lama kemudian kupegang liang kewanitaannya, sudah basah ternyata. Langsung saja kubalikkan badannya dan kumasukkan batang kemaluanku dari belakang. Kali tidak sulit. Dia mendesah enak ketika kumainkan batang kemaluanku di lubang senggamanya. Kumainkan terus sampai aku dan dia mau keluar.

"Akkhhh..." kami berdua sama-sama keluar, kukeluarkan spermaku di luar, karena takut dia hamil. Tenyata Laura belum puas, dia membaringkan tubuhku di kasurnya. Dia langsung berdiri di atas tubuhku dan mulai memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang senggamanya. "Ahhhh.. " desahnya, "Gini lebih enak James.."

Aku benar-benar lemas tapi karena permainannya yang begitu hebat, aku sampai lupa. Dia teruskan sampai spermaku keluar, cuma sedikit kali ini, tidak seperti sebelumnya. "James dikit lagi juga aku keluar", bisiknya tertahan sambil menaik-turunkan tubuhnya di atas badanku. Akhirnya dia keluar juga. Batang kemaluanku terasa pegal sekali, badanku benar-benar lemas. Dia juga terlihat lemas sekali. Kami tertidur lelap sampai pagi di kasurnya sambil berpelukan dengan tidak berpakaian karena pakaian kami tertinggal di ruang tengah dan malas mengambilnya karena sudah capek.

ubang kemaluan Meiling mencengkram senjata saya. "Achhhh,..

Sewaktu saya berada di Bogor, saya merasa sedikit aneh dengan kota Bogor karena saya terlalu lama di Australia (sedikit informasi, semenjak saya SMA sampai kuliah saya berada di Australia) sehingga saya menjadi agak linglung sewaktu dijemput oleh orang tua saya. Hari esoknya, saya merasakan bosan yang amat sangat sehingga saya dengan menggunakan mobil Land Cruiser saya, saya pergi ke Jakarta seorang diri. Saya tidak tahu mengenai kota Jakarta jadinya dengan menggunakan feeling saya, sampailah saya ke sebuah mall yang disebut Taman Anggrek Mall dan saya langsung naik ke Mall setelah saya selesai memarkirkan mobil saya di pelataran parkirnya.

Lelahnya saya menyetir sendirian membuat saya akhirnya memilih duduk di sebuah cafe kecil setelah beberapa kali bertanya kepada satpam setempat tentunya. Saya memesan Cappucino dan sepiring sphagetty yang menjadi favourite saya semenjak saya bersekolah di Sydney. Ketika saya sedang menikmati kopi, tiba-tiba saya dikelilingi oleh 3 anak ABG yang tiba-tiba langsung duduk di sebelah saya tanpa permisi dulu dan tentunya saya menjadi sangat kaget. Setelah mereka duduk, mereka memperkenalkan diri nama-nama mereka. Mereka adalah Meiling, Stefani dan Rachel (mereka bertiga saya akui cukup cantik dan mereka semua memiliki ciri yang sama seperti berambut panjang, bermata sipit dan mengenakan baju tank-top berwarna muda). Setelah kami berkenalan, mereka langsung mengeluarkan sebuah buku dari tas HELLO KITTY dan saya sangat kaget ketika melihat cover buku itu karena saya melihat sebuah wajah yang mirip persis dengan tampang saya dan di sudut atasnya bertuliskan karakter China yang saya tidak mengerti apa itu artinya.

Mereka menganggap saya sebagai orang asing karena mereka selalu bertanya kepada saya dengan menggunakan bahasa Inggris. Meiling, Stefani dan Rachel meminta saya untuk menandatangani halaman pertama dari buku itu dan saya sempat bangga juga karena saya merasa memiliki fans walaupun saya tahu persis bahwa saya bukan bintang film (jangankan layar lebar, saya saja belum pernah membintangi drama di TV). Tiba-tiba tanpa saya sadari, Stefani langsung mencium pipi saya sedangkan Meiling yang berada di sebelah kiri saya mulai memegang paha saya dengan mesranya yang membuat batang kemaluan saya mendadak menjadi berdiri tegak dan untungnya mereka tidak memperhatikan situasi kejantanan saya saat itu.

Tiba-tiba, Rachel yang berwajah sangat imut itu langsung berkata kepada saya (sebaiknya saya terjemahkan saja biar kalian bisa mengerti). "Adam, kami ingin mengajak kamu ke tempat kami karena kami ingin menunjukkan sesuatu ke kamu." Memang sih pertamanya saya menolak ajakan mereka tetapi sewaktu Meiling menarik tangan kiri saya dan Stefani mulai memeluk saya di bagian kanan dengan rengekan yang seperti anak manja itu, akhirnya hati saya menjadi cair dan mengikuti ajakan mereka. Akhirnya kami berempat pergi ke luar bersama-sama dari cafe itu setelah saya membayar apa yang kami pesan dari cafe itu tentunya.

Kami berempat pergi bersama-sama ke tempat cewek-cewek itu memarkirkan mobilnya. Di dalam perjalanan ke tempat parkir, ketiga ABG itu memeluk saya bersama-sama sehingga saya menjadi sangat risih karena saya mengetahui bahwa banyak mata yang memandangi tingkah kami. Akhirnya sampai juga kami ke lapangan parkir dan saya sangat kaget sekali karena cewek-cewek itu memarkirkan mobilnya tepat di sebelah mobil Land Cruiser saya. Karena saya termasuk orang yang cukup pemalu jadinya saya memutuskan untuk memilih duduk di sebelah Meiling yang menyetir mobil Kijang. Selama di perjalanan, saya menceritakan pengalaman saya di Sydney dan bahkan mereka bertanya kepada saya apakah saya pernah melakukan perbuatan "itu" atau belum dan tentu saja saya pernah melakukannya walaupun bukan dengan kekasih saya (saya melakukannya di escort agency dan itu yah semacam pelacuran gitu sih).

Sewaktu saya menceritakan kisah-kisah saya di Sydney, tiba-tiba saya mendengar Rachel dan Stefani mendesah-desah tidak karuan dan ketika saya menengok ke belakang, saya kaget sekali karena saya melihat mereka berdua mulai mengelus-elus bagian kemaluannya yang masih tertutup oleh celana dalam mereka. Desahan dan erangan kenikmatan mereka mulai membangkitkan hasrat seks saya yang telah saya simpan selama 6 bulan lamanya tetapi walau bagaimanapun saya tidak bisa berbuat apa-apa karena posisi saya yang sangat susah untuk ke belakang sehingga tangan saya yang sudah tidak bisa dikontrol lagi langsung mengarah ke bagian bawah tubuh Meiling yang sedang menyetir dan mulai merabanya dengan mesranya sehingga hal ini membuat Meiling menjadi tidak konsentrasi karena dia mulai merem-melek tidak keruan dan mobil yang dikemudikan mulai oleng ke kanan dan ke kiri (untungnya tidak terjadi kecelakaan ya?). Tiba-tiba saya tidak tahu apakah itu takdir atau apa namanya, ketika mereka bertiga klimaks secara bersamaan, mobil Kijang milik Meiling berhenti di sebuah villa yang letaknya di belakang Taman **** (edited).

Di dalam villa yang cukup besar itu, kami disambut oleh seorang perempuan tua yang ternyata adalah pembantu rumah tangga dari rumah besar itu. Akhirnya kami bertiga masuk ke dalam rumah itu dan Meiling mengajak saya dan teman-temannya ke kamar mereka. Ternyata, mereka bertiga ini masih bersaudara satu sama lain dan rumah itu adalah rumah mereka sementara orangtua mereka sangat sibuk sekali dengan urusan bisnis eksport-import di negara Paman Sam, sehingga selama beberapa minggu, mereka hanya tinggal bertiga bersama dengan wanita tua yang bekerja PRT dan kakek tua yang bekerja sebagai satpam di rumah villa itu.

Di dalam kamar mereka yang megah besar itu, saya bisa memperhatikan banyaknya wajah-wajah bintang film asia yang terpajang di kanan kiri dinding. Saya dapat dengan jelas membaca nama-nama aktor yang dipajang di kamar mereka seperti Andy Lau, Chow Yun Fat, Tony Leung, Aaron Kwok dan masih banyak lagi. Saya kemudian bertanya kepada mereka mengapa mereka memiliki poster sebanyak itu dan mereka akhirnya menjelaskan bahwa mereka membawa saya karena wajah saya yang mirip persis dengan Chow Yun Fat dan mereka memajang poster itu karena setiap malam mereka selalu bermasturbasi ria sambil memperhatikan poster wajah-wajah aktor tersebut. Dari penuturan mereka ini, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa mereka bertiga ini adalah wanita binal yang cukup haus akan seks.

Ketika saya masih bingung dengan penjelasan mereka, Stefani mulai mendekati saya dan mulai menciumi saya sambil dianya mengelus-elus "barang" saya yang masih tertutup oleh celana panjang saya yang membuat "anu" saya menjadi sangat tegang dan menantang. Hal ini membuat Meiling dan Rachel yang melihat keadaan ini menelan ludah mereka karena melihat saya yang sedang "berdiri". Saya menjadi ingin nekat. Waktu dia masih merem, saya mendeketkan bibir saya ke bibir dia. Akhirnya bersentuhanlah bibir kami. Karena mungkin memang sudah jago, Stefani malah mengajak french kiss. Lidah dia masuk ke mulut saya dan bermain-main di dalam mulut. Sial, jagoan dia daripada saya. Masa saya dikalahkan sama anak ABG sih. Sambil kami ber-french kiss, saya berusaha memasukkan tangan saya ke balik bajunya. Ukuran payudaranya tidak begitu besar, tapi sepertinya sih seksi. Soalnya badan Stefani itu tidak besar tapi tidak kurus, dan tubuhnya itu putih. Begitu ketemu payudaranya, langsung saya pegang dan raba-raba. Tapi masih terbungkus sama branya. "Baju elo gua buka ya?" tanya saya. Dia mengangguk saja sambil mengangkat tangannya ke atas. Saya buka bajunya. Sekarang dia tinggal pakai bra warna pink dan celana panjang yang masih dipakai. Shit! kata saya dalam hati. Mulus sekali! saya buka saja branya. buah dadanya bagus, runcing dan putingnya berwarna pink. Langsung saya jilati buah dadanya, dia mendesah, saya menjadi makin terangsang. Kami langsung jatuh di ranjang yang tidak jauh dari tempat kami ciuman.

Langsung saya membuka celana dia dan CD-nya. Kami langsung mengambil posisi 69. Saya membuka belahan liang kemaluannya dan terlihatlah klitorisnya seperti bentuk kacang di dalam liang kemaluannya itu. Ketika saya menyentuh dengan lidah, dia mengerang, "Ahhh... Chow Yun Fat sayangg.. enakk banget..." desahnya. Saat itu juga dia langsung menjilati punya saya. Dia menjilat kepala kemaluan saya dengan perlahan. Uuhhh, enak benar. Lalu dia mulai menjilati seluruh dari batangan saya. Lalu dia masukkan punya saya ke mulutnya dan mulai menghisapnya. Ooohh... gila benar. Dia ternyata berbakat. Hisapannya membuat saya jadi hampir keluar.
"Stop... eh, Say, stop dulu," kata saya.
"Lho kenapa?" tanyanya.
"Tahan dulu entar Chow Yun Fat keluar," jawab saya.
"Lho emang kenapa kalo keluar?" tanyanya lagi.
"Entar game over," kata saya.
Kemudian gantian saya yang meneruskan menghisap liang kemaluannya dan klitorisnya. Dia terus menerus mendesah dan mengerang. "Chow Yun Fattt... terus Say... di situ... iya di situ... oohhhh... ssshh..."
Saya terus menghisap dan menjilatinya. Dia menjambak rambut saya. Sambil matanya merem melek. Di sisi lain, saya bisa menyaksikan Rachel dan Meiling yang sedang bercengkrama satu sama lain dan saya baru mengerti kalau mereka ternyata adalah kaum biseks. Saya membuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Kelihatan bibir kemaluannya yang masih sempit itu. Saya arahkan ke lobang kemaluannya. Begitu saya menyentuh kepala kemaluan saya ke liang kemaluannya, Stafani menarik nafas panjang, dan kelihatan sedikit mengeluarkan air mata. "Tahan ya Stef..." Langsung saya mendorong kemaluan saya masuk ke dalam liang kemaluannya. Tapi masih susah, soalnya masih sempit sekali. Saya terus mencoba mendorong kemaluan saya dan... "Bleess..." masuk juga kepala kemaluan saya.
Stefani agak teriak, "Akhhh sakit Chow Yun Fattt..."
"Tahan ya stef..." kataku.
Saya terus mendorong agar masuk semua. Akhirnya masuk semua anu saya ke dalam selangkangan fans yang mengira saya adalah Chow Yun Fat.
"Ahhh... Yun... sakit Chow Yunnn... ahhhh."

Setelah masuk, langsung saya goyang maju mundur, keluar masuk liang kemaluannya. "Ssshhh... sakittt Yun Fatt... ahhh... enak... terusss... goyang Hunn..." Dia jadi mengerang tidak karuan. Setelah beberapa menit dengan posisi itu, kami ganti dengan posisi anjing. Stefani kemudian saya suruh nungging dan saya masukkan ke liang kemaluannya lewat belakang. Setelah masuk, terus saya langsung genjot. Tapi dengan keadaan dogstyle itu ternyata dia langsung mengalami orgasme. Terasa sekali otot-otot di dalam liang kemaluannya itu seperti menarik anu saya untuk lebih masuk. "Ahhh... ahhha... aku lemas.. aku sayang kamu, God of Gambler," rintihnya dan dia jatuh telungkup.

Kemudian Meiling mendekati saya sementara Rachel saya lihat sudah tiduran mungkin dia juga sudah klimaks seperti kakaknya, Stefani. Meiling dengan tubuhnya yang masih bugil kemudian mendekati saya dan menciumi saya dan kali ini dia menganggap saya sebagai suaminya. Dengan tiba-tiba dia memeluk saya. Mulutnya yang mungil langsung menyambar mulut saya dan melumatnya, sekian detik saya terpana, tapi segera saya sadar dan balas melumat bibirnya. Ciumannya makin ganas. Lidah kami saling membelit mencoba menelusuri rongga mulut lawan. Sementara tangannya semakin kuat mencengkram bahu saya, saya mulai beraksi. Tangan saya bergerak merambat ke punggungnya, kuusap lembut punggungnya, bibir saya yang terlepas menjalar ke lehernya yang jenjang dan putih. Saya menggelitik belakang telinganya dengan lidah saya. "Meiling istriku, aku sayang kamu," saya bisikkan kalimat mesra di telinganya. "Suamiku, aku pun sayang kamu," suaranya sedikit mendesah menahan birahinya yang mulai bangkit. Senjata saya yang sudah kaku perlahan dikocoknya. Saya merasakan nikmat atas perlakuannya, sementara tangannya asyik mengocok batang senjata saya, tangan satunya membuka kancing baju saya. Mulutnya yang basah menciumi dada saya dan menjilati puting saya. Sesekali Meiling menghisap puting saya. Aliran darah saya semakin panas, gairah saya makin terbakar, "Tahan sebentar, hub," Meiling melepaskan jilatan lidahnya di dada saya dan langsung memasukkan senjata saya ke dalam liang kemaluannya yang sempit, Hangat dan menggigit. Saya tahan pantat saya. Saya menikmati remasan kemaluannya di kemaluan saya. Perlahan saya tekan pantat saya, senjata saya amblas sedalam-dalamnya. Gigi Meiling yang runcing tertancap di lengan saya saat saya mulai menaik-turunkan pantat saya dengan gerakan teratur.

Remasan dan gigitan liang kemaluannya di seluruh batang senjata saya terasa sangat nikmat. Saya balikkan tubuhnya. Kini tubuh Meiling menghadap ke samping. Senjata saya menghujam semakin dalam. Saya angkat sebelah kakinya ke pundak saya. Batang senjata saya amblas sampai mentok di mulut rahimnya. Puas dari samping, tanpa mencabut senjata saya, kuangkat tubuhnya. Dengan gerakan elastis kini saya menghajarnya dari belakang. Tangan saya meremas bongkahan pantatnya dengan kuat, sementara senjata saya keluar masuk semakin cepat. Erangan dan rintihan yang tak jelas terdengar lirih, membuat semangat saya semakin bertambah. Ketika saya rasakan ada yang mau keluar dari kemaluan saya, segera saya cabut senjata saya. "Pllllop!" Terdengar suara saat senjata saya dicabut. Mungkin karena ketatnya lubang kemaluan Meiling mencengkram senjata saya. "Achhhh, kenapa... aku sedikit lagi," protes Meiling. Dia langsung mendorong tubuh saya. Kini saya terlentang di bawah, dengan sigap Meiling meraih senjata saya dan memasukkannya ke dalam lubangnya sambil berjongkok. Kini Meiling dengan buasnya menaik turunkan pantatnya, sementara saya di bawah sudah tak sanggup rasanya menahan nikmat yang saya terima dari gerakan Meiling, apalagi saat pinggulnya sambil naik-turun digoyangkan juga diputar-putar, saya bertahan sekuat mungkin. Satu jam sudah berlalu saya lihat Meiling semakin cepat bergerak, cepat, cepat hingga akhirnya saya merasakan semburan hangat di senjata saya saat tubuhnya bergetar dan mulutnya meracau panjang. "Oh... aku puas, Hun, sangat puas," tubuhnya tengkurap di atas tubuh saya. Namun senjata saya yang sudah berdenyut-denyut belum tercabut dari kemaluannya. Kemudian di saat dia hendak menghentikan aksinya, saya terus menggenjot tubuhnya sehingga tak lama kemudian saya menyemprotkan seluruh sperma saya ke dalam tubuh Meiling sehingga saya berteriak keras sambil mencium bibir mungil Meiling yang disambut dengan nafsunya.

Lola mengerang ketika penisnya menembus masuk ke anus..

Sebuah ketukan di pintu kantor gue membuat gue tersadar dari lamunan gue. Gue kaget banget. Mustinya nggak ada seorangpun di kantor ini, Johan dan Toni mustinya masih ada di bagian akunting membersihkan bukti-bukti supaya pelarian kita ini nggak cepat ketahuan. Gue berdiri dan memndekati pintu.

"Silakan masuk."

Pintu terbuka, dan seorang gadis muda seperti yang sering ada di cover majalah-majalah masuk ke kantor gue, ragu-ragu. Dia bener-bener menakjubkan, berdiri tinggi langsing di atas sepatunya yang tinggi. Man, sepatunya hitam berkilat dengan hak yang tinggi, menutupi telapak kakinya yang pastinya halus dan indah kalau melihat tungkainya yang terlihat sempurna ditutupi stocking hitam, dan sebuah rok ketat menutupi sebagian pahanya yang tampak mulus. Sebuah blus putih dan rompi hitam tidak bisa menutupi perutnya yang rata, pinggangnya yang ramping dan buah dadanya yang bulat mengacung dari balik blusnya. Leher gadis itu putih bersih, menunjang sebuah wajah yang benar-benar ayu dengan bibir yang sensual, wajah yang biasa muncul di majalah-majalah remaja di Indonesia. Rambut gadis itu ikal hingga ke punggung, jatuh lembut di sisi kepalanya, mempercantik mata gadis itu yang bulat dan tampak makin bercahaya di bawah sinar lampu kantor gue.

"Selamat sore Pak, maaf," katanya ragu-ragu,"Tapi saya mencari pak Santoso. Saya sedang kerja praktek di sini dan saya mengira beliau masuk hari ini."

Gue tampilkan senyum gue yang paling oke sambil membalas tatapan matanya.

"Tadi pak Santoso memang masuk kantor. Tapi beliau sudah pulang lebih awal tadi siang. Silakan duduk dulu."

Gue menunjuk ke sofa kulit coklat dan mempersilakan dia duduk.

"Mungkin saya bisa bantu Nona?"

Gadis itu bergerak mendekati sofa itu dan gue mendekati pintu lalu menutupnya, sambil terus tersenyum, pikiran gue udah penuh dengna nafsu. Gue udah siap lari dari negeri ini, pikiran gue sebelumnya cuma dipenuhi bagaimana nanti setelah enam jam, gue akan bebas dengan duit sebanyak sepuluh milyar, tiba-tiba gadis ini masuk ke kantor gue, gadis yang bener-bener hot.

Gadis itu lalu duduk di sofa, menutup kedua kakinya sambil menarik roknya yang terangkat sedikit membuat gue bisa melihat pahanya. Dia lalu mengeluarkan sebuah notes dan bolpen dari kantong dalam jaketnya dan memperhatikan gue yang duduk di sudut meja kecil yang ada di seberangnya.

"Maaf, bapak…" matanya bertanya-tanya.

"Pangestu, nama saya Roy Pangestu." Jawab gue sambil tersenyum lagi, pikiran gue udah nggak bisa kemana-mana lagi selain melihat ke bibirnya yang penuh, lidahnya yang merah muda yang terlihat menjilat bibirnya setiap kali ia akan bicara. Gue bisa merasakan dada gue berdetak keras sekali ketika gue memperhatikan dia, berdetak makin keras, sementara pikiran gue makin gelap, dan gue tau apa yang akan terjadi, gue juga sadar gue udah bisa menguasai nafsu gue lagi, lagipula gue nggak bermaksud nahan nafsu gue ini.

"Begini pak Roy, saya bekerja praktek dengan pak Santoso sebagai income audit di perusahaan ini. Saya bekerja sebagai tugas akhir di akademi saya."

"Nona dari akademi mana?" kata gue, lalu menggelengkan kepalanya,"Maaf, tapi saya belum tahu nama Nona."

"Nama saya Lola. Lola Amaria." Katanya sedikit ragu-ragu. Tidak percaya diri.

"Begitu, lalu umur kamu berapa Lola?"

"Eehhh, 21 tahun pak. Dan saya dari Akademi dai sebelah perusahaan ini Pak."

Gue tersenyum padanya. Dia bener-bener sempurna, sempurna sekali. Telapak tangan gue mulai berkeringat.

"Lalu apa yang bisa saya bantu buat Lola?" gue bener-bener suka mendengar namanya di mulut gue.

"Selama saya kerja praktek di sini, saya sedikit banyak sudah mengetahui cara kerja perusahaan ini." Jari-jari Lola menyibakan rambut yang menutupi wajahnya, tingkah lakunya agak berubah, tidak lagi gugup, lebih percaya diri ketika ia berbicara. "Yang ingin saya ketahui adalah bagaimana rencana perusahaan ini sehubungan dengan peraturan pemerintah yang baru saja dikeluarkan."

Kepala gue mulai berdenyut-denyut, tapi gue yakin di mana Lola gue tetep seorang laki-laki yang tenang dan rileks, tersenyum sedikit sambil memperhatikannya. Ini selalu terjadi setiap kali gue terangsang, seluruh tubuh gue akan berdenyut-denyut, sementara pikiran gue akan fokus pada satu hal, sementara hal yang lain akan ditutup sebuah kabut, tubuh gue tegang siap untuk meledak. Tapi sebaliknya penampilan gue akan tetap tampak tenang, rileks, tersenyum menutupi gejolak yang ada di bawahnya.

Gue sesekali menjawab pertanyaannya, tanpa terlalu memperhatian apa yang gue katakan, melihat dia menundukan kepalanya untuk menulis kata-kata gue, lalu kembali menatap gue, dengan wajahnya, dengan bibirnya dan kakinya juga blusnya, blus sialan yang menutupi buah dada dan putting susu, serta perut dan pahanya yang hot! Gue sedikit gemetar ketika gue berusaha menahan diri gue beberapa menit lagi.

"…nah kira-kira begitu rencana perusahaan ini," gue menyelesaikan penjelasan gue.

Lola menganggukan kepala.

"Begitu. Pak Pangestu, bapak bilang ka…"

"Maaf saya menyela sebentar," kata gue. "Tapi saya ingin menanyakan sesuatu hal. Pak Santoso itu, bagaimana ya…," gue menerawang sejenak, "beliau punya sedikit reputasi yang tidak begitu baik di sini." Lola mengangkat wajahnya dan bertanya-tanya. Gue langsung menatap tepat di matanya yang bulat, wajah gue menampakan raut yang serius setengah mati, "beliau tidak pernah mengganggu kamu kan?"

Lola telihat terkejut sekali, dan gue sama sekali nggak terkejut. Si Santoso itu umurnya hampir 60 taun, dan kalo dia bukan gay pasti di udah di kebiri, soalnya dia sama sekali nggak tertarik sama cewek-cewek macem Lola ini. Dan semua sekretaris bener-bener suka sama dia soalnya dia bener-benar baek sama mereka.

"Tidak." Lola menggelengkan kepalanya. "Beliau tidak pernah mengganggu saya." Lola kembali gugup seperti sedang mempertahankan diri. Gue bener-bener suka melihatnya.

"Siswi praktek yang terakhir tahun kemarin pergi dari sini karena pak Santoso mengucapkan sesuatu padanya," lanjut gue, "dan penampilan siswi itu nggak ada setengahnya kamu." Gue melihat bibir Lola kembali keluar membasahi bibirnya yang kering, melihat betapa tangannya bergerak gugup di pangkuannya. Gue membungkuk mendekati dia, gue bener-bener hampir lepas kontrol waktu dia beringsut menjauh dari gue. "Beliau sering menyombongkan diri pada saya, kamu tau, betapa senangnya dia tidur dengan mahasiswi atau anak SMA di sebuah hotel."

Lalu kantor gue kembali sunyi ketika Lola menatap gue dengan matanya yang indah, seluruh tubuhnya, seluruh tubuhnya yang seksi itu sedikit gemetar ketika ia berusaha memilih tindakan selanjutnya. Ia menunduk dan langsung berdiri, memasukan notes dan bolpen ke dalam rompinya.

"Maaf pak," katanya sambil terus menunduk, "Pak Santoso tidak pernah sekalipun mengatakan sesuatu atau melakukan sesuatu yang mengganggu saya. Terima kasih atas waktu yang sudah bapak berikan."

Gue ikutin dia berdiri, tubuh gue keliatan lebih rileks lagi, sementara pikiran gue berpacu dan mata gue menangkap setiap gerakan Lola yang bergerak menuju pintu dengan gue di sebelahnya, mulut gue mengucapka maaf beribu maaf, gue bilang bahwa gue menyesal kalo udah bikin dia kaget tapi itu kenyataannya.

"Sekarang!" pikiran gue berkata memerintah seluruh badan gue ketika gue merasakan pegangan pintu telah gue pegang, mata Lola masih tetap menatap ke depan acuh pada gue ketika ia berhenti sejenak menunggu gue membukakan pintu buat dia.

Lola melihat apa yang aka menimpanya, tapi ia nggak bisa menghindar, dia nggak punya waktu buat menghindar. Telapak tangan gue udah melayang menghajar muka Lola di sebelah kiri. Lola tersentak, ia menjerit, ia sempoyongan, lebih banyak karena terkejut daripada karena tamparan gue. Gue bergerak mendekati dia bagaikan binatang yang menyergap mangsanya. Lola sempoyongan ke kanan dan sepatunya tertekuk ke dalam membuat dia jatuh di atas lutut kanannya, tangan kanan Lola langsung menumpu tubuhnya agar tidak jatuh tersungkur. Sambil menggeram gue mengayunkan kaki gue menendang tepat di perutnya, membuat tubuh Lola mengejang, suara erangan yang menyakitkan terdengar dari mulut Lola ketika ia kembali jatuh di kedua lututnya, sementara kedua tangan Lola memegangi perutnya, kepala Lola menunduk ketika dia berusaha keras menghirup udara, rambutnya yang ikal menutupi wajahnya sementara air liur yang keluar dari mulutnya membasahi bibirnya yang seksi.

Gue jambak rambut itu, tangan gue langsung menggenggam erat ketika gue tarik rambut Lola ke belakang mendekati tubuh gue, sementara tangan gue yang lain menarik bagian atas blusnya.

"Lo mungkin udah selesai sama gue, tapi gue belon selesai sama lo," kata gue keras. Lola yang semakin hot di penglihatan gue masih berusaha megap-megap menghirup udara ketika gue menarik blusnya robek, kancing blus itu terlempar ke lantai, membuat bagian yang sedari ditutupi blus itu sekarang terbuka. Dada yang halus, mulus dan putih bersih, buah dada Lola ternyata lebih padat dan besar dari yang udah gue bayangin sebelumnya, dilindungi oleh sebuah BH.

Tangan Lola terangkat ke atas mendorong tangan gue menjauh ketika gue sedang meremas salah satu gunungan daging di dada Lola, langsung saja gue tarik lagi rambutnya. Lola mengerang kesakitan, tatapan panik dan ketakutan tampak di matanya ketika ia menatap mata gue.

"Jangan, jangan."

Gue tampar dia sekali lagi, lebih keras dari yang tadi, suara jeritannya terdengar merdu sekali di telinga gue ketika kepalanya terlempar ke samping, sementara tangan gue masih menjambak rambutnya yang ikal dan halus.

"Jangan brisik!" gue tampar dia lagi, jerit kesakitan dan ketakutan Lola bagaikan musik di telinga gue, "Tutup mulut lo!"

Terdengar suara di belakang gue, dan ketika gue berbalik gue melihat pintu kantor gue perlahan membuka dan masuklah Johan dan Toni ke kantor gue. Lola meronta di samping gue, tangannya mencakari lengan gue ketika ia berusaha untuk berdiri.

"Tolong saya! Tolong!" Lola menjerit pada Johan dan Toni, harapan mereka akan menolongnya membuatnya lebih tegar. Lola berhasil setengah berdiri ketika gue berbalik menghadapi dia lagi, tinju gue mengepal dan menghantam dadanya, membuat mata Lola membelalak kesakitan dan kembali jatuh berlutut, kemudian tersungkur di atas kedua tangannya, sehingga sekarang ia seperti merangkak di tanah, seorang gadis yang seksi tersungku di atas tangan dan kakinya, sementara Toni, Johan dan gue berpandangan satu sama lain.

Toni lebih pendek dari gue, keras, tampan dan nggak bermoral sama sekali, itulah kenapa gue pilih dia sebagai partner gue. Ia keliatan seperti seorang akuntan yang baru lulus, tapi itu nggak berbeda jauh denga profesinya yang memang seorang akuntan. Dia udah kimpoi, dua anak cewek, tapi dia sama sekali nggak keberatan kalo musti ninggalin mereka, walaupun dia pernah cerita kalo dia sering nidurin kedua anaknya itu, rada bejat juga tapi itukan bukan anak gue jadi gue nggak peduli. Johan berbeda sama sekali. Ia seperti mandor bangunan yang pake jas. Dia mungkin berotot, tapi dia juga yang paling pinter diantara kita bertiga, dan seorang akuntan yang jago pula, terutama kalo dia musti menghilangkan sejumlah uang dari perusahaan.

Kalo saja orang laen yang masuk ke kantor gue pasti udah gue beresin. Tapi sekarang gue masih menunggu, Lola tersungkur di tangan dan lututnya berusaha menghirup udara, sambil memperhatikan dua rekan gue yang baru saja masuk. Johan mendekati pintu dan gue perhatiin dia. Gue tersenyum lebar ketika gue liat dia menutup pintu dan menguncinya tanpa berkata apapun. Toni memandang Lola lalu memandang gue.

"Ada apaan nih?"

"Hadiah," kata gue, "hadiah buat perpisahan kita dengan kantor ini."

Gue liat mata mereka kembali menatap Lola, yang mulai menguasai dirinya lagi. Gue tau apa yang mereka liat, seorang gadis berlutut di lantai, stocking hitam yang menutupi paha yang indah, rok yang ketat yang menutupi bulatan pantat yang penuh, blus yang ia pakai terbuka dan menggantung di tubuhnya, buah dadanya bergoyang-goyang dan rambutnya yang ikal bergoyang kian kemari ketika gadis itu megap-megap menghirup udara. Nggak ada laki-laki yang bener laki-laki yang nggak mau ngicipin gadis itu saat itu juga.

Lola menatap mereka, memohon dan meratap agar mereka menolongnya.

"Saya mohon, tolong saya," ia meratap, dan gue liat itu menyentuh Toni. Gue liat raut muka Toni langsung berubah, gue liat nafsu dan sadis sudah menguasai seluruh tubuh Toni ketika ia menatap Lola di bawahnya. Lola juga melihat itu dan air mata mulai mengalir dari matanya yang indah, sedu sedan tedengar dari mulut Lola ketika ia menatap ke arah Johan dan menemukan wajah Johan yang tanpa perasaan dengan mata yang berkilat-kilat.

"Gimana kalo lo tunjukin yang lo dapet," kata Toni sambil terus menatap Lola.

Gue nurut, dengan tangan masih di rambutnya gue tarik Lola supaya berdiri, tangan Lola meremas lenganku keras-keras, tapi gue nggak peduli sambil terus menariknya supaya berdiri lagi atas sepatunya yang bertumit tinggi itu. Dan ketika dia sudah berdiri gue pegang tangannya dan gue lipet ke belakang, pantat Lola menyentuh selangkangan gue, membuat penis gue berontak pengen keluar. Gue pegang tangannya yang satu lagi dan melipetnya juga ke belakang jadi satu dengan tangannya yang lain. Dengan tangan dipegangi oleh gue, gue tarik tubuh Lola mendekati badan gue, terus gue gosokin pantatnya ke penis gue yang udah tegang setengah mati, Lola cuma bisa meratap dan menangis dengan perlakuan gue itu.

Gue jambak lagi rambut Lola dengan tangan gue yang masih bebas dan menariknya ke atas, sesaat tubuhnya kehilangan keseimbangan, dan semakin mepet ke badan gue. Buah dada Lola ang bulat dan kencang menyembul ke depan dihalangi oleh BH-nya, air mata menggenang di mata Lola ketika ia melihat Toni mendekati dirinya. Toni menatap mata Lola, dan gue liat Lola menjilat bibirnya dan menelan ludah berusaha tenang dipegangi oleh tangan gue. Toni tersenyum dan mengulurkan tangannya mengelus pipi kiri Lola. Tubuh Lola diam tak bergerak, tapi tetap terasa hangat di badan gue. Jari-jari Toni mengelusi pipi Lola lalu turun meraba kulit yang halus di leher Lola yang putih bersih tak bercela. Lola akhirnya bersuara, suara lebih tenang daripada ketika gue menamparnya tadi, tapi masih tedengar nada ketakutan dan gemetar.

"Lepaskan saya. Saya nggak akan bilang ke siapapun. Tolong lepaskan saya dan saya akan tutup mulut."

Lola menelan ludah lagi, semua diam, menunggu seseorang untuk bereaksi, dan gue masih menunggu reaksi Toni yang tersenyum sambil meletakan tangannya ke bahu Lola, bahu yang gemetar panik dan ketakutan. Sebuah jerit kesakitan terdengar lagi dari bibir Lola ketika Toni mengangkat lututnya dan menghantam tepat di perut Lola membuat lutu Lola menekuk kesakitan, tangan gue mengeraskan pegangannya ketika Lola meronta kesakitan sampai akhirnya dia bisa berdiri karena masih gue pegangin.

Lola kembali menguasai dirinya, masih megap-megap kesakitan, kakinya kembali diluruskan, sempoyongan berusaha berdiri lagi, sementara Toni menatap sambil tersenyum sadis dan gue balik tersenyum pada Toni dari belakang Lola dan Johan hanya memperhatikan semuanya dari seberang, matanya mengatakan bahwa ia menikmati ini semua.

"Siapa yang suruh lo bicara?" kata Toni sambil menggerakan kepala Lola yang lunglai ke kiri dan kanan sambil melihat ke mata Lola yang basah karena air mata.

"Namanya siapa sih?" tanya dia ke gue.

"Lola Amaria." Kata gue singkat.

"Nah Lola," Toni meraba perut Lola yang rata, membuat tubuh Lola meronta berusaha menghindar, tapi Lola mengerti untuk tidak bersuara sedikitpun.

"Nah Lola, lo bener-bener cewek yang cantik. Pernah nggak ada orang yang bilang begitu sama lo?" Tangan Toni sekarang ada di punggung Lola, membuatnya semakin dekat dengan Lola.

"Jawab!" bentak Toni, sambil menarik tubuh Lola mendekat padanya membuatnya semakin jauh dari tubuh gue, sementara gue masih mengosokan penis gue ke pantat Lola, rasa ketakutan dan tak berdaya Lola makin membuat gue bernafsu.

"Yyyaa.." suara yang gemettar, penuh ketakutan dan tak berdaya membuat gue pengen langsung melemparnya ke lantai dan langsung menidurinya saat itu juga.

"Gue yakin udah ada yang pernah ngomong gitu kan," Toni kembali mendekat dan sekarang mulai menjilati leher Lola dengan lidahnya, tangisan Lola semakin membuat Toni bersemangat ketika ia menemukan kancing BH Lola dan mulai melepaskannya. Tangis Lola semakin keras sementara ia diam tak bergerak di antara gue dan Toni, yang masing-masing mengosokan tubuh masing-masing ke tubuh Lola.

Gue mengela nafas ketika gue meraskan tangan Toni sudah melepas kancing BH Lola, dan gue langsung melepaskan pegangan tangan gue dari pergelangan tangan Lola dan gue tarik rompi serta blusnya dari bahu Lola, terus turun ke lengan sementara tubuh Lola dipegangi oleh Toni dari depan. Gue lempar pakaian itu ke lantai dan melihat punggung Lola yang halus dan sangat menggairahkan. Tangan Lola sekarang menahan bahu Toni, dan gue bisa melihat betapa tangan itu gemetar ketakutan, Lola ketakutan untuk melawan dan menolak Toni. Gue melepaskan sepatu gue dan berjalan ke samping di mana gue bisa liat Toni dan mainan kita yang baru dengan jelas.

"Cantik, cantik sekali," bisik Toni, tangannya mengelusi punggung Lola. "sekarang kita liat dada kamu." Toni kemudian menarik turun BH Lola hingga lepas dari tubuhnya sementara tubuh ia masih dalam dekapan Toni. Gue liat mata Lola sekarang menatap kosong, dan penuh dengan air mata, ketakutan, dan putus asa. Gue turunin celana gue dan mengosoki penis gue lewat celana dalem gue sambil melihat Toni bermain dengan Lola, melepaskan BH itu dan membiarkannya jatuh ke lantai di antara mereka.

Tangan Toni mengusap belakang kepala Lola, dan gue liat tubuh Lola kembali gemetar ketika Toni melangkah ke belakang menjauhi Lola, mata Toni melahap habis buah dada Lola, dua buah bukit daging bulat mengacung dari dada Lola, bergantung lepas dan tampak besar bila dibandingkan dengan tubuh Lola yang ramping, puting susunya yang berwarna merah muda tampak mengeras karena kedinginan dan gesekan dengan pakaian Toni tadi. Toni kembali menarik tubuh Lola, dan meredam tangisan Lola ketika ia melumat bibir Lola dengan bibirnya, menarik kepala Lola hingga mendongak dan menciumi bibir Lola serta menjulurkan lidahnya dalam mulut Lola yang hangat.

Sesuatu telah membuat Lola tersadar, karena tiba-tiba ia mendorong tubuh Toni menjauh sekuat tenaga, sambil menjerit.

"TIDAK! TIDAK! Bajingan!" Lola mundur menjauhi Toni seperti binatang yang terluka, tangannya menutupi buah dadanya. Lola memandang ke arah gue, rambutnya menutupi sebagian wajah Lola, wajahnya bersimbah air mata, dan matanya, matanya yang indah itu memancarkan teror dan putus asa, ia kemudian mendekati Johan, matanya memohon dan suaranya histeris meratap pada Johan.

"TOLOOONNGG sayaahhh, hentikan ini semua." Lola mustinya sudah menyadari dari tadi. Raut muka Johan sekarang berubah, dan ia tersenyum pada Lola, dan gue kembali melihat teror kembali timbul di sekujur tubuh Lola ketika ia menyadari bahwa sekarang ia sudah terjebak dan setiap ia memandang mata setiap orang di ruangan itu yang ia lihat hanya nafsu dan kesadisan.

Ia berusaha lari keluar, menghindar dari Toni yang tidak bergerak sedikitpun untuk menghalanginya, tapi gue yang bergerak, gue tabrak dia dengan bahu gue hingga Lola terjengkang dan terbanting ke lantai. Dan langsung saja kita bertiga menyerbu ke arahnya., gue pengen perkosa dia, gue pengen bikin dia sakit dengan penis gue dan denger dia menjerit waktu gue perkosa dia. Gue udah seluruhnya dikuasai nafsu birahi waktu gue menarik sepatunya, kemudian merobek stocking dan roknya sementara Johan dan Toni memegangi tubuh Lola yang meronta dan mengejang, jeritan Lola berbaur dengan nafsu gue menambah semangat gue menelanjangi dia.

"Pegangin dia," gue dengar Toni berkata, dan gue langsung memegangi kakinya yang berusaha nendang gue. Setelah memegangi kedua kaki Lola gue baru bisa menikmati tubuh Lola yang telah telanjang bulat dengan leluasa, tubuh yang terbaring tak berdaya antara gue dan Johan yang memegangi tangannya di atas kepala Lola. My God, dia bener-bener punya badan yang indah, buah dada Lola bergoyang kian kemari ketika Lola meronra-ronta, penuh, bulat dan kenyal, perutnya bener-bener rata dan keliatan kuat karena gue liat otot-otot yang mengejang ketika ia meronta. Dan gila, pahanya, pahanya putih bersih dan halus mulus, di pangkalnya gue liat rambut kemaluan halus hitam menutupi gundukan vaginanya. Gue bener-bener nggak sabar buat masuk ke gundukan itu, penis gue seakan-akan akan meledak ketika gue terus megangin dia dan melihat Toni berdiri di samping tubuh Lola, dengan ikat pinggang di tangan, matanya berkilat liar dan nafasnya mendengus-dengus.

"Pukul dia Ton!" Johan berkata dan gue juga melihat pancaran birahi dan sadis dari matanya ketika ia memandang Lola.

"JANGAAANNN!" Lola menjerit sementara matanya mendelik ketakutan ketika ia melihat ikat pinggang itu mengayun ke perutnya, suara ikat pinggang kulit yang beradu dengan perut Lola sekeras jeritan Lola yang melolong. Ia mengejang di tangan gue, sambil terus gue pegangin, Lola meronta kesakitan ketika Toni mengayunkan lagi ikat pinggangnya terarah ke buah dadanya, membuat gundukan itu bergoyang-goyang liar sementara Lola terus menjerit dan mulai menangis lagi.

Toni terus memecuti Lola, mengayunkan ikat pinggang kulit itu tubuh Lola yang putih bersih, ke buah dadanya, perutnya, pahanya, membuat tubuh Lola menjadi belang kemerahan sementara Lola sendiri meronta dan menjerit dan menangis dipegangi oleh gue dan Johan. Gue nggak bisa mengalihkan pandangan gue dari tubuhnya yang terkejang-kejang, rontaannya, tubuhnya memilin, menekuk, dan menjerit-jerit. Nggak ada yang lebih menggairahkan gue dari pada melihat gadis yang sedang menjerit-jerit kesakitan. Gue harus perkosa dia.

Gue lepasin pegangan gue, melepaskan celana dalem gue dan baju gue sementara Lola menarik kakinya hingga menutupi dadanya, dengan tangan masih dipegangi oleh Johan. Suara yang terdengar dalam ruangan itu hanya tangisan Lola, tangisan yang benar-benar menyayat hati, yang membuat penis gue makin bergoyang-goyang ingin segera memuntahkan isinya. Gue berjongkok dan menarik kaki Lola lalu membukanya, pikiran gue sudah gelap ketika gue menindih tubuh Lola membuatnya Lola terhenyak di sela-sela tangisannya. Gue meraba kaki Lola yang panjang dan merasakannya bersentuhan dengan kaki gue, membuat tubuh gue ikut gemetar karena nafsu. Gue merasakan buah dada Lola yang ditindih oleh dada gue, perut Lola yang hangat naik turun di bawah perut gue, tubuhnya sekarang hanya sebuah mesin untuk muasin nafsu gue, untuk muasin birahi gue.

Gue meraih penis gue dan memeganginya, memandang ke arah Lola yang memalingkna wajahnya dari gue, matanya terpejam erat-erat sementara di pipi dan dahinya menempel rambut yang lengket karena keringat dan air mata. Gue mengarahkan penis gue ke vagina Lola, cairan yang keluar dari penis gue membasahi vaginanya, membantu gue membuka bibir vagina Lola sampai gue merasakan liang vagina gue tepat di depan kepala penis gue. Lole mengerang dan merintih, tubuhnya kembali meronta-ronta, giginya menggeretak ketika gue jambak rambutnya dan menariknya hingga mendongak sehingga gue bisa menciumi bibirnya yang sensual, menikmati jeritan Lola ketika gue menghujamkan penis gue ke vaginanya yang kering kerontang, menikmati rasa sakit dan ketakutan Lola ketika gue mulai memperkosanya.

Gue masukin lidah gue ke mulut Lola yang hangat dan basah, tubuh gue bagai terbakar ketika merasakan jepitan vagina Lola di batang penis gue ketika kepala penis gue menembus selaput daranya, kaki Lola terangkat karena kesakitan dan rintihan terdengar dari tenggorokannya. Tubuhnya mengejang berusaha melawan ketika gue mulai bergerak dengan keras di vagina Lola, gue tarik penis gue sampai tinggal kepalanya di vagina Lola sebelum gue dorong lagi masuk ke dalam rahimnya. Dia bener-bener gila, sungguh gila, menggairahkan, masih meronta-ronta di bawah tubuh gue, kakinya masih bisa bergerak-gerak berusaha menutup, masih terus merintih dan menangis dan tersedak dan gue merasakan betapa tersiksanya dia lewat lidah gue yang ada di mulutnya.

Gue merasakan cairan di penis gue yang ada di dalem vagina Lola, sebagian pasti darah perawan Lola yang keluar ketika gue merobek selaput daranya, sebagian lagi mungkin cairan penis gue yang keluar sebelum gue bener-bener ejakulasi, tapi cairan itu membuat gerakan gue makin lancar, dan penis gue mulai berdenyut-denyut menyebar ke seluruh tubuh gue. Setiap kali gue dorong penis gue masuk Lola mendengus. Gue melepaskan bibir gue dari mulut Lola dan menjilat turun ke lehernya, berhenti bergerak di vagina dia berusaha menikmati setiap saat dari perkosaan gue selama mungkin, gue pengen ngerasain ini selamanya ketika tubuh gue bergetar lepas kontrol waktu gue menyedot leher Lola yang jenjang dan putih, sementara penis gue terbenam seluruhnya dalam vagina Lola.

Gue terus menahan penis gue di dalam vagina Lola, menikmati sensasinya, menikmati tangis kesakitan dari mulut Lola. Gue lalu mulai bergerak lagi, memperkosa dia pelan-pelan, lalu brutal dan menyakitkan, merasakan kenikmatan yang makin memuncak, memaksa gue sekali lagi untuk bergerak pelan-pelan, memaksa gue bergerak berirama, merasakan orgasme gue yang kian dekat, gue tau sebentar lagi gue bakalan keluar, dan gue akan keluarin semua sperma gue di dalem tubuh Lola yang sedang merintih di bawah gue. Gue makin keras menyedot leher Lola dan mulai mengigitinya, tangan gue meremas rambut di kepalanya, tubuh gue menyatu dengan tubuh Lola, dengan lehernya, dadanya, buah dadanya, perutnya, vaginanya, dengan vaginanya yang sempit dan hangat menjepit erat, pahanya, hingga betisnya. Gue merasakan semuanya ketika erangan kecil keluar dari dada gue.

Gue akan keluar, gue mau keluar, gue akan meledak sebentar lagi, biarpun gue berusaha menahan sekuat tenaga tapi gue nggak bisa menghentikannya ketika gue mengerang, mendengus bagaikan banteng, otot paha gue menegang ketika penis gue berdenyut-denyut tak terkendali di dalam vagina Lola, menyemburkan sperma demi sperma ke rahimnya yang terluka, kenikmatan yang amat sangat seakan-akan menyakitkan tubuh gue, membuat nafas gue tersengal-sengal. Dan Lola menyadarinya, dia sangat sadar bahwa gue sudah mengalami orgasme dan itu membuat gue makin nikmat karena dengan begitu dia tahu bahwa gue sudah menaklukan dirinya, dan gue telah menyetubuhi dan meyemburkan sperma gue ke dalam tubuhnya. Gue terbaring selama satu menit penuh, tubuh gue lemas karena kenikmatan yang bertubi-tubi, tubuh gue sesekali bergidik dan bergerak-gerak teratur terangkat oleh gerakan dada Lola yang menangis.

Gue angkat tubuh gue dari atas tubuh Lola, penis gue masih keras dan tegang waktu gue tarik dari vagina Lola. Gue berdiri dan memperhatikan Lola, tubuh seksi yang barusan saja gue nikmatin. Gue remas penis gue, membuatnya berdenyut dan melonjak lagi karena gairah ketika gue lihat kaki Lola yang ramping, yang sekarang tertekuk tak berdaya, melihat pinggulnya yang bulat, melihat perutnya yang rata, buah dadanya yang masih menakjubkan bergerak karena sedu sedan Lola, pada wajahnya yang seperti model, yang semakin cantik dengan rasa sakin dan air mata. Gue bergidik lagi dan menatap Johan yang sedang menatap Toni.

"Giliran siapa?"

Toni mengangguk ke arah Johan, yang tersenyum dan mengangkat tubuh Lola dengan tangannya. Lola sempoyongan dipegangi oleh Johan di lengannya, dan menyeretnya ke meja gue. Lola tak bersuara ketika Johan membungkukan tubuhnya ke meja gue, hingga sekarang mulai pinggang hingga kepala Lola terbaring menelungkup di atas meja gue, semetara kakinya masih di lantai. Ketika gue pergi ke seberang meja dan memegangi pergelangan tangan Lola gue dapet ide. Gue ambil pita perekat dari meja gue dan mengikat kedua pergelangan tangan Lola jadi satu. Lola tidak sekalipun melihat ke arah gue, dia hanya berdiri, dengan setengah tubuhnya terbaring di meja, ketika gue terus mengikat pergelangan tangannya dengan perekat. Dia bener-bener gadis yang cantik pikir gue. Setelah selesai gue tarik tangan Lola hingga tergantung di sisi lain meja gue, sekarang kepala Lola tergantung di pinggir meja, buah dadanya menjadi bantalan bagi tubuh Lola di meja, menempel pada meja kayu jati itu.

"Pantatnya bener-bener bikin gue gila," kata Johan sambil merabai dua bulatan pantat Lola. Lola memang punya pantat yang sempurna, apalagi kalau dibandingkan dengan tubuhnya yang ramping, bentuknya sempurna, penuh, lembut, halus dan tanpa noda. Gue harus masukin juga ke sana pikir gue ketika gue liat Johan meraba, meremas dan menarik pantat Lola, membuat Lola melonjak di meja gue sementara gue terus menahan tangan Lola. Johan segera melucuti pakaiannya, sambil terus memandang pantat Lola yang luar biasa itu. Penis Johan langsung mengacung keluar, dan gue tersenyum. Penisnya besar, dan panjang juga, hampir 20 senti, dan Johan siap memasukan semuanya ke tubuh Lola. Gue pengen tau juga bagaimana perasaan Lola waktu nanti Johan masukin penisnya ke badannya, memperkosanya dan menyakitinya. Gue jambak lagi rambut Lola dan mengangkat kepalanya sehingga gue bisa liat wajah Lola, wajah Lola berkilat karena air mata dengan bibir dan mata yang sempurna bagi gue. Mata Lola terpejam tapi dengan melihat ekspresi wajah Lola gue bisa tau apa yang sedang dikerjain Johan pada tubuh Lola. Pasti Lola merasakan sakit yang luar biasa waktu Johan masuk ke tubuhnya, walaupun gue udah membasahi vaginanya dengan sperma dan darah perawannya. Wajah Lola mengerenyit dan gemetar, erangan keluar dari mulutnya pada saat bersamaan. Gue dengar Johan juga mengerang, setelah itu terdengar suara daging bergesekan dengan daging, dan gue tau Johan sudah masuk ke vagina Lola. Bibir Lola bergetar, air mata mengalir lagi dari matanya ketika gue denger suara tubuh berbenturan dengan tubuh yang lain, terus berulang-ualang. Johan memperkosa Lola dengan brutal dari belakang, seperti seekor anjing, sementara gue terus mengangkat kepala Lola, melihat wajahnya, menghembuskan nafas gue ke wajah Lola, melihat rasa sakit dan sengsara yang terlukis bergantian di wajah Lola, dan Lola tahu bahwa gue sedang memandang wajahnya dan itu bagi Lola sama hinanya dengan diperkosa.

Gue terhanyut, terhanyut oleh wajah Lola, ketika gue denger suara lain, dan gue liat mata Lola terbelalak karena sakit dan shock, mata yang bulat hitam dan berkilat karena air mata, melihat bibirnya yang membentuk huruf ‘O’ sambil menjerit kesakitan. Gue tau itu pasti Toni, dan itu pasti ikat pinggangnya yang diayunkan ke punggung atau pantat Lola, tapi gue nggak bisa melepas pandangan gue dari wajah Lola, dari mata yang penuh penderitaan dan putus asa tapi berkilat indah. Gue bergidik dengan birahi yang memuncak lagi, penis gue menegang lagi, menyakitkan, ketika gue liat wajah Lola yang berkerut kesakitan dan penuh rasa malu.

Gue dengar Johan mendengus dan mendengus lagi, dan gue tau kalo dia baru saja ejakulasi di vagina Lola, dan Lola juga menyadarinya, dan ia lalu memejamkan matanya yang berlelehan air mata dan kembali menangis tersedu-sedu, dan setiap pecutan Toni mengayun, tangis kesakitan kembali terdengar dari dada Lola. Suara pecutan kemudian berhenti, dan gue melepaskan pegangan gue di rambut Lola, membiarkan kepalanya terjatuh lagi. Gue berdiri dan berpikir seharusnya gue juga mencoba mulut Lola sekarang juga, tapi Toni masih belum dapet giliran.

"Dia bener-bener hebat," kata Johan, sambil masih melihat ke pantat Lola. "Cewek yang bener-bener hot. Waktu lo pukul dia pake iket pinggang lo Ton, gue kira barangnya bakal bikin punya gue putus saking kerasnya ngejepit." Toni cuma tersenyum dan kita semua berpandangan satu sama lain dan tersenyum.

Toni membuat sebuah gerakan dan gue mengangguk ke Johan. Johan menarik Lola dengan menjambak rambutnya, membuat kepala Lola terangkat dan kemudian dadanya, membuat buat dada yang tadi tertindih menyembul tegak lagi, sebelum tubuh Lola terlempar lagi ke lantai, rambut Lola menutupi wajahnya sementara tangannya yang masih terikat menumpu tubuhnya yang terbaring miring, dan kaki Lola yang indah menekuk di lutut. Gue pegang penis gue merasakannya berdenyut lagi. Lola, Lola bener-bener sesuatu yang memabukan.

Toni berjalan memutar dan mendorong kursi gue, kursi besar dari kulit yang biasa dipakai para wakil presiden direktu perusahaan internasional, ke depan Lola. Toni lalu melucuti pakaiannya sendiri, tapi matanya tidak lepas dari tubuh Lola. Ruangan itu sunyi lagi, yang terdengar hanya suara pakaian Toni yang dilempar ke atas lantai dan tangisan Lola yang lirih.

Ketika telah telanjang bulat Toni duduk di kursi gue, merosot sedikit, dan memegang penisnya hingga mengacung ke atas.

"Coba kamu ke sini Lola," katanya, mata Toni penuh birahi, "dan kulum punya gue."

Kita semua menungggu, memperhatikan Lola, setengah berharap ia akan menurut dan setengah berharap ia akan menolak, sehingga membuat kita punya alasan buat menyiksanya lagi dan menyakiti tubuh yang indah itu. Ia terisak sekali dan kemudian mulai bergerak, merangkak dengan lututnya, menuju ke arah Toni, rambutnya yang panjang dan ikal menempel di wajah, buah dada dan punggungnya.

Gue memperhatikan dengan penis gue di tangan gue, ketika ia sampai di dekat Toni dan ia meraih penis Toni di pangkalnya dengan tangannya yang terikat, setelah itu membuka bibrnya yang penuh dan sensual itu, lalu mendorong mulutnya ke penis Toni. Ya Allah, gue pengen sekali meperkosa dia saat itu juga, tubuh yang penuh sensasi. Ya Allah, dia bener-bener merangsang, berlutut seperti itu, sementara kepalanya mengangguk-angguk ketika ia melayani Toni, pipi Lola menghisap dan mengulum dengan penis Toni di mulutnya, sebagian rambut jatuh di wajahnya.

Gue memandang Toni, melihat raut mukanya yang kecewa.

"Dia nggak tau bagaimana mengulum yang bener," kata Toni, sambil memandang gue, tangan Toni sekarang meremas rambut Lola ketika ia memegangi kepala Lola. "Cewek ini nggak bisa make mulutnya buat muasin gue." Lola merintih mendengar perkataan Toni, dan mengikuti pandangan Toni yang sedang melihat ke ikat pinggang kita yang tergeletak di lantai. Gue tersenyum pada Toni dan mendekati Johan, mengambil ikat pinggang gue, melihat tubuh Lola gemetar lagi seakan tahu apa yang akan terjadi sebentar lagi, kepalanya bergerak makin cepat di penis Toni, hampir putus asa.

Gue berdiri di belakang Lola, dengan ikat pinggang di tangan gue, ujung ikat pinggang itu mengayun-ayun di tangan gue, Johan ada di sebelah gue, Otot tubuh Toni menengang memegangi Lola. Tangan gue dan Johan terangkat dan mengayunkan ikat pinggang masing-masing ke pantatnya, keduanya mengenai sasaran, tubuh Lola melonjak kesakitan sementara lolongan kesakitan terdengar dari tenggorokannya, diredam oleh penis Toni yang masih ada di mulut Lola. Gue memecut lagi ke arah pantatnya, Lola menjerit lagi, gue berhasil membuat tanda merah di pantatnya ketika Lola menjerit kedua kalinya, dan yang ketiga ketika ikat pinggang Johan mendarat ke pahanya, kepala Lola terlonjak sedikit ketika Toni menekan kepalanya turun ke pangkal penis Toni. Jeritan Lola berubah menjadi batuk dan suara tersedak, walaupun kita berdua masih terus memukulinya, penis Toni rupanya masuk hingga tenggorokannya.

Gue bisa melihat sekarang, gue melihat benjolan kepala penis Toni di tenggorokan Lola, mata Lola menatap liar, tubuhnya meronta-ronta karena rasa sakit, panik dan kekurangan udara, tangannya menggapai-gapai di bawah, terlalu takut untuk mendorong tubuh Toni yang dengan tangannya menahan kepala Lola agar tetap di pangkal penisnya. Gue mengayunkan ikat pinggang gue lagi, membuat suara jeritan terdengar lagi ketika ujung ikat pinggang gue yang dilapisi logam menghajar punggung Lola yang mulus, tubuh Lola mengejang sama seperti tadi ketika ia diperkosa dan dipukuli.

Toni bener-bener brutal, dengan kedua tangan di sisi kepala Lola, meremas rambut Lola, ia menggerakan kepala Lola di penisnya, menghujamkan wajah Lola ke selangkangannya ketika ia memasukan seluruh penisnya hingga ke tenggorokan Lola. Kita berdua juga brutal, ketika kita mengayunkan ikat pinggang ke pantat Lola, paha Lola bahkan punggung Lola ketika kita berbarengan menyiksa tubuh cantik yang terus menjerit, gemetar, mengejang dan berkeringat. Pikiran gue sudah berkabut, walapun tangan gue sudah lemas, pantat dan paha Lola sudah bilur-bilur kebiruan karena terus dipukuli, jeritannya makin keras dan melolong-lolong, penis gue sudah tegang sekali seakan-akan ingin meledak ketika gue liat Toni terus menghujamkan wajah Lola ke pangkal penisnya dan sekarang menahannya di situ dan gue sadar Toni sedang berejakulasi di tenggorokan Lola, menggeram ketika ia terus menahan kepala Lola.

Ini sudah terlalu lama, gue sudah nunggu terlalu lama. Gue musti perkosa dia lagi, gue musti menikmati lagi Lola Amaria yang sedang jadi mainan kita. Gue jambak lagi rambut Lola, di pangkalnya dan menariknya dengan kasar dari pegangan Toni, air liur Lola dan sperma Toni mengalir keluar dari mulutnya ketika gue seret dia sekitar dua meter dari Toni dan melemparkannya hingga jatuh tertelungkup. Gue berlutut di belakang dia, dan meraih pinggul Lola yang bulat, dan menarik pantatnya yang biru-biru hingga menungging, penis gue bergoyang-goyang di depan gue sementara gue menggeram bagai binatang, mengarah ke vagina Lola yang terluka.

Gue masuk lagi dengan brutal, berharap gue kembali menyakiti Lola, berharap dia menjerit kesakitan, tapi yang gue dengar hanya suara mengerang ketika penis gue masuk ke rahim Lola. Gue bergoyang keluar masuk sebanyak tiga kali, vagina Lola masih sangat sempit dan nikmat, gue hampir saja diam tak bergerak di situ. Tapi pantat Lola, dengan liang anus berkerut berwarna kecoklatan terlihat seperti menggoda gue, jari-jari gue membuka belahan pantat Lola yang memanggil-manggil gue. Gue meringis ketika gue tarik penis gue dari jepitan vagina Lola dan mengarahkannya ke liang anus Lola.

Reaksi Lola bener-bener menggairahkan. Rintihan dan ratapan keluar lagi dari bibir Lola.

"Jangan, jangan, saya mohon, ya Allah, jangan, ya Allah, ya Allah!" Lola merintih dan meronta sekarang lebih kuat dari pada yang gue duga sebelumnya, lututnya terangkat dari lantai, otot-otot di pantatnya mengejang berusaha menutup, pinggulnya bergoyang berusaha melepaskan diri dari pegangan gue. Tapi gue nggak peduli. Nggak ada yang bisa menghalangi gue buat menikmati pantat Lola. Dan gue pegangin dia, di pinggulnya, penis gue yang sudah dibasahi oleh vagina Lola, menekan ke liang anus Lola, tubuh Lola menggeliat dan meronta dalam pegangan gue sembari memohon agar gue berhenti, dan melakukan apa saja, apa saja selain sodomi.

Gue menekan lebih keras lagi, jari-jari gue membuat memar baru di pinggul Lola, ketika gue merasa liang anus Lola mulai terbuka, jeritan pelan mulai terdengar dari mulut Lola, keluar dari dada Lola, dada dengan payudara yang bulat yang sekarang tertindih tubuh Lola di lantai yang terus berusaha merangkak menjauh dari gue. Setelah itu yang gue dengar hanya jeritan Lola yang melengking hingga akhirnya terputus sendiri ketika kepala penis gue berhasil menembus masuk anus Lola, membuat gue gemetar karena sensasi yang timbul. Sempit, sempit sekali sampai membuat nyeri, semakin nyeri ketika gue paksa penis gue masuk lebih dalam lagi, dan lebih dalam lagi, jeritan Lola berubah menjadi lolongan ketika telapak tangan Lola mengepal menahan sakit, dahinya terbenam ke karpet ketika lolongan Lola berubah lagi menjadi tangisan kekalahan dan kesakitan bersamaan dengan masuknya sisa penis gue ke anus Lola yang terus menjepit dan memijati batang penis gue.

Gue tarik lagi penis gue keluar, menikmati gerakan tubuh Lola yang kesakitan, dan kemudian mendorongnya masuk lagi sekeras-kerasnya ke dalam anus yang sempit luar biasa itu. Gua nggak punya pikiran lain selain menyodominya, dan terus menyodominya, menyodomi anus Lola, dengna brutal, sekuat tenaga, dan menikmati setiap rasa sakit yang dirasakan oleh Lola, rasa teror yang dialami Lola, kekalahannya. Gue sadar ketika gerakan gue di anus Lola mulai lancar, Johan berlutut di depan Lola, dan gue liat penis gue kembali berlumuran darah ketika gue menarik penis gue keluar untuk yang kesekian sebelum mendorongnya masuk lagi. Johan ada di depan Lola, menarik rambutnya dan memegang kepala Lola dengan kepalanya, menarik rahang Lola, memaksanya membuka mulut, dan memasukan penisnya ke dalam mulut Lola dan memperkosanya sebrutal gue yang ada di anusnya.

Gue nggak tahu berapa lama kita memperkosa Lola, gue di anus dan Johan di mulut, tubuh Lola terus menerus mengejang dan gemetar dengan suara mengerang lirih kesakitan dan mulutnya. Gue tenggelam di kabut birahi dan nafsu, seluruh pikiran gue gue pusatin di penis gue, pada dua buah bulatan daging yang merupakan pantat Lola, gue terus bergerak, keluar, masuk, keluar, masuk, dan gue merasa orgasme gue kembali datang, menyakiti penis gue, mengingat gue baru saja orgasme beberapa saat yang lalu, tapi gue menikmati rasa sakit itu, rasa sakit yang sangat nikmat sementara gue terus bergoyang di pantat Lola hingga akhirnya gue tersentak, seluruh tubuh gue tersentak dan gue ejakulasi di dalem anus Lola, penis gue berdenyut dan menggelinjang terus dan terus ketika gue memuntahkan sperma gue ke anus Lola, menaklukan lagi gadis itu, gadis yang amat sangat merangsang gue, Lola Amaria.

Gue terdiam beberapa saat, mendengar Johan yang mendengus menyelesaikan hajatnya di mulut Lola, dan gue menarik penis gue keluar, mendesis ketika anus Lola kembali menjepit batang penis gue erat-erat untuk terakhir kalinya sebelum gue jatuh terduduk. Gue duduk di situ semenit, melihat Johan yang menarik penisnya dari mulut Lola dan berdiri, membiarkan tubuh Lola jatuh tersungkur ke lantai lagi.

Gue menggelengkan kepala gue, mengerjapkan mata gue dan berjalan ke kursi dimana Toni sedang beristirahat dan duduk. Toni sedang memandangi Lola, alat hiburan kita bertiga. Kaki Toni menendang tubuh Lola beberapa kali, tidak keras. Kemudian ia mengulurkan tangannya dan menggulingkan tubuh Lola hingga terlentang.

"Bener-bener cantik dia," katanya, mengucapkan apa yang ada di pikiran gue. Lola, Lola Amaria, terbaring tak berdaya di lantai. Tangannya dengan pergelangan tangan masih terikat terangkat ke atas kepalanya, membuat tubuhnya makin ramping, semakin tinggi, dan langsing. Buah dadanya masih mengacung di dadanya, memerah dan bilur-bilur karena pukulan-pukulan Toni. Lehernya panjang, halus dan putih, terlihat seperti menelan ludah beberapa kali, dan setiap kali menelan Lola terlihat kesakitan, nafasnya terdengar berat dan terputus-putus. Darah tampak sedikit mengalir dari hidungnya dan bibirnya, bibirnya yang penuh dan sensual itu bilur-bilur membiru. Mata Lola terpejam, dan alis matanya tampak semakin menarik dengan wajah yang basah karena air mata dan keringat. Pinggangnya ramping dan perutnya, gemetar pelan ketika ia mengerang kesakitan, perkosaan dan pukulan kita pada Lola membuat ia tidak bisa berbaring tanpa kesakitan.

Bagi gue nggak ada yang lebih merangsang gue daripada melihat cewek yang sedang kesakitan, dan Lola Amaria di depan gue ini sedang kesakitan setengah mati. Gue pikir kita bertiga bener-bener terkagum-kagum karena kita semua cuma berdiri dan duduk di situ dan memandangi Lola, menikmati setiap jengkal tubuh Lola yang sedang menggeliat-geliat kesakitan. Toni membuyarkan lamunan itu, ia bangun dan mendekati tumpukan pakaiannya, penis Toni mengacung tegang ketika ia sedang merogoh-rogoh kantong bajunya, mengeluarkan satu pak rokok dan zippo. Ia menyalakan satu batang rokok, menghisap dan berjalan mendekati dan berdiri dekat dengan kaki Lola, memandangi tubuh Lola di bawahnya. Gue menarik kursi gue supaya gue bisa melihat apa yang dikerjakan Toni lebih jelas lagi, ketika Toni berlutut dengan rokok masih ada di bibirnya.

Toni menarik kaki Lola, tidak menghiraukan erangan sakit dari Lola ketika ia mengangkat kaki Lola dan menyangkutkannya ke bahunya sendiri. Ia bersandar ke depan, penis Toni tepat mengarah ke vagina Lola yang memerah karena diperkosa beruntun, tubuh Toni hanya ditumpu oleh kaki Loa dan satu tangan Toni. Lola sama sekali tidak membuka matanya, hanya mengerang ketika Toni menekan penisnya ke vagina yang sudah kesakitan, membenamkannya hingga pangkal. Ia menahannya di situ, menatap wajah Lola di bawahnya, wajah Lola yang cantik, dengan rokok yang masih menggantung di mulutnya.

Gue membeku dan tersenyum ketika gue liat Toni menarik rokok itu dari mulutnya dan memandang Johan, yang mendekat dan berlutut menindih tangan Lola. Lola membuka matanya, melihat Johan yang memandangi dirinya, menatap ujung rokok yang menyala. Gue tau, Johan tau dan Lola pun tau apa yang akan dilakukan oleh Toni dan mata Lola, mata yang bulat semakin membesar dan air mata kembali mengalir tanpa terdengar isakan, bibir Lola terbuka seakan-akan ingin memohon pada Toni tapi tahu bahwa itu percuma.

Ujung rokok itu mendekat perlahan, dan tubuh Lola mulai meronta-ronta ditindih oleh tubuh Toni, menggeliat, mengejang, meronta, buah dada Lola bergoyang-goyang ketika Lola meronta tanpa bersuara, berat tubuh Toni membuatnya tidak berdaya. Ujung rokok yang menyala itu menyentuh buah dada kanan Lola, membuat jeritan Lola kembali terdengar bersamaan dengan terbakarnya daging payudara kanan Lola yang sudah berkeringat. Toni menghisap rokoknya lagi, membuat ujungnya menyala-nyala lagi, dan mendekatkannya lagi ke payudara kiri Lola, perlahan dengan penis masih terbenam di vagina Lola. Lola menjerit lagi, punggungnya melengkung kesakitan, tubuhnya meronta berusaha melawan Toni.

Selama setengah jam Toni terus menyiksa Lola, menyulut, menghisap, menyulut, menghisao, menyalakan sebuah rokok baru setiap kali rokok yang lama habis, membuat Lola menjerit dan menjerit dan menjerit hingga akhirnya Lola hanya bisa melolong lemah, dengan tubuh yang terus mengejang dan mencoba berguling sementara Toni terus menahannya denga penis terbenam dan dijepit oleh vagina Lola, Toni menahan penisnya hingga vagina Lola yang menjepit setiap kali Lola kesakitan membuatnya seperti dipijati oleh vagina Lola sendiri. Kemudian Toni meremas buah dada Lola, meremasnya keras-keras dengan kedua tangannya, membuat Lola kembali melolong seperti binatang yang terluka, tubuhnya menggelinjang sementara Toni mulai menggerakan penisnya di vagina Lola dengan brutal, payudara Lola terasa perih ketika luka bakar di buah dadanya terbuka karena remasan tangan Toni, kuku Toni menghujam ke daging buah dada Lola.

Toni menggeram, menumbukan pinggulnya ke pinggul Lola, kuku jari Toni membuat buah dada Lola terluka dan mengeluarkan setetes darah, lolongan Lola bersahutan dengan erangan Toni ketika ia berejakulasi, mengisi rahim Lola dengan air mani. Selama beberapa detik tubuh Toni tegang tak bergerak di atas tubuh Lola, lalu semuanya berakhir, dan ia tersungkur ke tubuh Lola yang terisak-isak. Selama beberapa menit Toni tetap berbaring sebelum ia berguling dan berdiri, meninggalkan Lola yang terlentang di atas lantai, kaki Lola terbuka lebar, tangan Lola menutupi buah dadanya yang terluka ketika ia menangis keras dengan kesakitan.

Gue nggak tau kenapa, tapi Lola dan tubuhnya serta tangisannya membuat gue pengen menyakitinya lagi, membuat gue pengen dengar dia menangis, menjerit dan minta ampun pada gue. Gue menunduk di antara kaki Lola, satu tangan gue memegang pahanya dan bahu gue menahan paha Lola yang lain, wajah gue hanya beberapa senti dari vagina Lola yang memerah dan terluka. Dari belahan vaginanya mengalir sperma yang tercampur titik-titik darah turun ke belahan pantatnya. Gue bisa liat clitorisnya, juga memerah dan memar di tumbuhi sedikit rambut kemaluan.

Dengan dua jari gue membuka labia Lola yang ada di sekitar clitoris Lola. Tangan gue yang satu lagi mengulur dan memegang clitoris yang merah itu dengan jempol dan telunjuk gue, mendengar tangisan Lola makin keras, merasakan pahanya gemetar, lalu gue jepit clitoris itu, membuat lolongan Lola kembali membahana, pahanya mengejang berusaha menutup kakinya, tapi bahu gue menghalangi usahanya yang sudah tak bertenaga.

Gue jepit, tarik dan membenamkan kuku jari gue ke daging kecil yang sensitif itu, membuatnya kembali menjerit dan menggeliat ketika gue menyakitinya lagi. Gue menarik tangan gue lagi, membuat tubuh Lola rileks lagi.

Toni kembali mendekat dan menyeret tubuh Lola dan melemparkannya ke atas meja gue lagi. Pantat Lola menungging ke atas seakan-akan siap menerima Toni.

Toni membuka belahan pantat Lola dengan kedua tangannya dan memasukan penisnya masuk dengan satu kali dorongan yang keras. Lola mengerang, dia terus mengerang setiap saat sekarang, seluruh tubuhnya telah kesakitan, buah dadanya semakin membuatnya kesakitan karena tertindih tubuhnya sendiri di atas meja. Gue berjalan ke seberang meja dan menjambak rambutnya lalu memasukan penis gue ke mulut Lola, masuk terus hingga ke tenggorokannya, merasakan hangatnya lidah dan tenggorokan Lola di seluruh bagian penis gue, tenggorokan Lola juga menjepit kepala penis gue, dan lembutnya bibir Lola melingkari pangkal penis gue. Lola kembali diperkosa di anus dan di mulut, dengan kasar dan brutal karena kita berdua harus berusaha keras untuk dapat mencapai puncak untuk yang ketiga kalinya di tubuh ini, ke dalam tubuh gadis yang tidak ada bandingannya, ke dalam tubuh Lola Amaria.

"Ambilin gue pin." Gue denger Toni berkata dan gue tersenyum lagi ketika gue liat Johan mengangsurkan beberapa pin dari meja gue, yang langsung dibenamkan Toni ke pantat Lola.

Jeritan Lola mengalir ke penis gue, membuat gue mengerang nikmat. Pin kedua kembali ditancapkan ke pantat Lola, dan jeritan kedua membuat gue gila karena birahi. Gue nggak bisa orgasme, cewek ini sudah menghabiskan seluruh sperma gue sebelumnya. Sakit sekali rasanya testis gue yang berusaha mengeluarkan sperma ke mulut Lola. Toni sudah berhenti menancapkan pin, tangan dan pinggul Toni menumbuk-numbuk pin di pantat Lola membuat jeritan Lola sambung menyambung mengalir ke penis gue, membuat gue tenggelam dalam kenikmatan dan frustasi dalam usaha gue berejakulasi.

Pantat Lola pasti bener-bener memuaskan Toni karena gue liat mata Toni membalik dan ia melolong nikmat ketika ia kembali menyemburkan spermanya ke dalam tubuh Lola, Lola yang cantik. Setelah selesai Toni menarik penisnya keluar, gue juga menarik penis gue dari mulut Lola dan melihat wajahnya yang memar, darah kemabli menetes dari hidungnya, dan menetes ke penis gue.

Gue mundur dan Johan mengulurkan tangannya meremas buah dada Lola dan menariknya ke atas hingga Lola dipegangi oleh Johan di buah dadanya, membuat Lola mengerang ketika penisnya menembus masuk ke anus Lola, pantat Lola masih ditancapi oleh pin yang makin menusuk ke dalam daging pantat Lola ketika Johan terus mendorong penis sepanjang 20 senti itu masuk ke anus Lola. Lola menjerit sekali, ketika kepala penis Johan masuk membuka liang anusnya, dan kemudian mengerang setiap kali Johan bergerak keluar dan masuk.

Penis gue terus berdenyut ketika gue melihat Lola, dipegangi oleh Johan, sementara kepalanya mengangguk-angguk seirama dengan goyangan pinggul Johan, rambut Lola bergoyang kesana kemari di sekeliling kepala Lola, matanya, matanya yang bulat indah membelalak karena kesakitan dan shock, mulutnya menganga mengeluarkan erangan yang berirama dengan gerakan Johan, bibir Lola bilur membiru, darah masih menetes dari hidungnya mengalir ke dagu, terus turun ke lehernya jenjang hingga ke belahan buah dada Lola.

Gue naik ke atas meja dan berlutut di depan Lola, meremas pantatnya yang mempesona untuk mendengar jerit kesakitan Lola, kemudian memasukan penis gue vagina Lola, tubuh Lola seperti boneka di jepit oleh gue dan Johan. Vagina dan anus Lola kembali dimasuki oleh dua buah penis bersamaan, membuat tubuh yang terluka, memar dan kesakitan itu bergoyang-goyang maju mundur.

Penis gue masih dijepit erat oleh vagina Lola yang tampaknya tidak akan pernah melebar. Dan orgasme gue datang. Gue orgasme sekuat tenaga gue, tangan gue meremas pantat Lola, testis gue seakan-akan ditarik dari penis gue ketika gue ejakulasi. Gue orgasme untuk yang ketiga kalinya malam itu. Johan selesai menyembur, tangannya melukai lagi buah dada Lola yang memar, terbakar dan berdarah dan kemudian ketika gue selesai tubuh Lola langsung ambruk terguling dari meja jatuh ke lantai, mengerang lemah.