"Winda!" teriakan seseorang mengejutkan lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam mobil yang berjalan perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yang sangat aku benci muncul dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.
"Masuklah Winda...".
"Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!", Aku masih mencoba menolak dengan halus.
"Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dengan pak Hr saja kau mau!".
Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.
"Da...,Darimana kau tahu?".
"Nah, jadi benar kan..., padahal aku tadi hanya menduga-duga!"
"Sialan!", Aku mengumpat di dalam hati, harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku memang selalu nervous kalau ketemu cowok satu ini, rasanya ingin buru-buru pergi dari hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu.
Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, cowok ini hitam tinggi besar dengan postur sedikit gemuk, janggut dan cambang yang tidak pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dipelihara panjang ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan dengan benar sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu. Dengan asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian..., cukup menunjukkan bahwa dia ini orang yang memang punya duit. Namun, aku menjadi muak dengan penampilan seperti itu.
Dino memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dengan kekuatan uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yang paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.
"Gimana? Masih tidak mau masuk?", tanya dia setengah mendesak.
Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak menyukai laki-laki ini, Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan pak Hr, dan aku sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin, tunanganku. Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja ajakannya.
Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya supaya berpindah ke jok belakang. Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.
"Ke mana kita?", tanyaku hambar.
"Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?", tanya Dino pura-pura heran.
"Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?", Suaraku sudah sedemikian pasrahnya. Aku sudah tidak mau berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa.
"Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dino!", Dia berkomentar.
"Ah, diam kau Maki!" Rupanya orang itu namanya Maki, orang dengan penampilan hampir mirip dengan Dino kecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.
"Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat merindukanmu Winda!", pancing Dino.
"Sesukamulah...!", Aku tahu benar memang itu yang diinginkannya.
Dino tertawa penuh kemenangan.
Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yang cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya kelihatan diparkir sekenanya tak beraturan.
Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah. Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan, menghadap ke taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja dimatikan dengan tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.
Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang gadis, yang jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sementara si gadis berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dengan poni tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka, dilihat dari tampangnya yang masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang langsung bisa aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan orang-orang ini.
Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dengan mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito berbadan tambun dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata "lapar" membuat aku tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini.
Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung menuju sebuah kamar yang ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu, sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan kamar-kamar yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.
Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang cover depannya saja bisa membuat orang merinding. Bergambar perempuan-perempuan telanjang.
Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar ini. Aku beranjak ke jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu kelihatan sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari blouse, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap Dino.
Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Dino, namun Maki juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.
"Ayolah Winda, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada beberapa laki-laki lain?".
"Kurang ajar kau Dino!" Aku mengumpat sekenanya.
Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar, "Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan kejadian ini."
Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang dia bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.
Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH yang aku pakai. Baju yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.
"Harum!", katanya.
Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.
"36B!", katanya pendek.
Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku ini.
"BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!", katanya seraya memberikan BH itu kepada Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.
Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino melangkah mendekatiku. Ia meraih kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut dan melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung.
"Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!"
Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk  menikmati perasaan itu dengan utuh. Tak ada gunanya aku menolak, hal itu  akan membuatku lebih menderita lagi. Dengan kuluman lidah seperti itu,  ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku sambil  sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku,  pertahananku akhirnya bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan  sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga dengan mudahnya Dino  mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan  menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di belakangku.  Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju  sofa dan duduk di sana, sambil pandangan matanya tidak pernah lepas dari  kami berdua.
Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku,  ciuman Dino terus merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku  menggelinjang. Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap  ke depan sampai akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaku,  Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Dino  untuk mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu  bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya  mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai  pipinya kempot.
Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat  listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian  itu. Aku menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku  digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu  dipermainkan pula dengan lidah Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya kesana  kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel  pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik  kepalanya sehingga semakin membenam di kedua gunung kembarku yang putih  dan padat. Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada  lelaki itu. Mengapa aku justeru tenggelam dalam permaianan itu? Semula  aku hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi  kemudian nyatanya, permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh  sekali, Tanpa sadar aku mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan  cemerlang oleh Dino.
"Winda...", "Ya?", "Kau suka aku perlakukan  seperti ini?". Aku hanya mengangguk. Dan memejamkan matanya. membiarkan  payudaraku terus diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan. Aku  menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil  itu hanya sebentar saja sudah berubah membengkak, keras dan mencuat  semakin runcing.
"Hsss..., ah!", Aku mendesah saat merasakan  jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan  merayap mencari liang yang ada di selangkanganku. Dan ketika  menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya,  terus mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap  masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang itu.
Dalam  posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku,  Dino meneruskan aksinya di dalam liang gelap yang sudah basah itu. Makin  lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan, kedua  buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan  liar. Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga  menganga. Dan yang membuat aku tambah gila, ia menggerak-gerakkan  jarinya keluar masuk ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang  menyetubuhiku. Aku tak kuasa untuk menahan diri.
"Nggghh...!",  mulutku mulai meracau. Aku sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku  terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan tubuhku hingga  merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku yang  terengah-engah. Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini  tiba-tiba saja Dino telah berdiri telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya  yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri  mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke  bagian selangkangannya. Disitu, aku melihat batang kejantanannya telah  berdiri dengan tegaknya. Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam yang  lebat di daerah pangkalnya.
Dengan sekali rengkuh, ia meraih  kepalaku untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku tahu  apa yang dimauinya, bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat  disukai para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral seks terhadap  kelaminnya.
Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa yang harus  kulakukan. Benda itu telah masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan  lidahku yang berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah  topi baja itu. Lalu berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis  di ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku aku mulai mengelomoh batang  itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya  bergetar hebat menahan rasa yang tak tertahankan.
Pada saat itu  aku sempat melirik ke arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata  laki-laki ini sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami  berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan batang kejantanannya dan  mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku  buyar ketika Dino menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya.  Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di  situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana dalamku dan dibuangnya  jauh-jauh seakan-akan ia takut aku akan memakainya kembali.
Untuk  beberapa detik mata Dino nanar memandang bagian bawah tubuhku yang  sudah tak tertutup apa-apa lagi. Si Makipun sampai berdiri mendekat ke  arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan.
Namun  beberapa detik kemudian, Dino mulai merenggangkan kedua belah pahaku  lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu  dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan  diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat basah. Ada  rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan  mata.
Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda lonjong yang  mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku menahan nafas ketika terasa  ada benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti biasanya, aku tak  kuasa untuk menahan jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan  laki-laki menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku.
Dengan  perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk semakin dalam. Dan  ketika sudah masuk setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya dengan satu  sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak karena terasa nyeri. Dan  setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu,  Dino sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.
Dino  menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghunjam-hunjam  ke dalam tubuhku hingga aku memekik keras setiap kali kejantanan Dino  menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak  terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di  sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa nikmat yang tak  terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku  sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dino  menghunjam, tapi aku semakin mempererat pelukanku, Pedih, tapi aku juga  tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap diriku.
Aku  semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus bergulat dalam  posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di  sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang  yang aku benci. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum  melemas. Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku  hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia  ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.
Kini  ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa  berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku  yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat  serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat  dan semakin kasar.
Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk  mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. Ia  menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku  dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke  dalam mulutku.
Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang  sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang sedang memaksaku  melakukan oral seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah  menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku  mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang  yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat  apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini.
Mereka  menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada  tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam.  Kadang-kadang aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti  kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala  gerakan.
Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan  menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya saat bermain seks  ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yang pernah  kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa  henti. Aku mengalami orgasme yang datang dengan beruntun seperti tak  berkesudahan.
Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme. Batang  penisnya menyemprotkan air mani dengan deras ke dalam liang vaginaku.  Benda itu menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol  dinding vaginaku. Aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya  banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar meleleh di salah satu  pahaku. Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih  perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style. Batang kejantanannya  dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir rahimku.  Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat  licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah bercampur  dengan air mani Dino yang sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini  tinggal melayani Maki seorang, karena Dino dengan nafas yang  tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yang tadi diduduki  Maki untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh pendek setiap kali Maki  mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu gerakkannya. Semakin lama  semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan mengaduh tak  berkesudahan.
Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke  dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun langsung melucuti pakaiannya  hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan  mesum yang sedang terjadi antara aku dan Maki. Bram nampak kelihatan  tidak sabaran Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu  menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku  yang menggelantung berat ke bawah.
Sesaat kemudian tubuhku  dibalikkan kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dengan  tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah  setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti tubuhku.  Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku  sudah bersimpah peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari tubuhku  sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian  menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito  yang bergoyang-goyang di atasnya.
Laki-laki gemuk itu  mengangkangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sambil terus  menghunjam-hunjamkan miliknya ke dalam milikku. Sementara Bram tak  pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus saja  menjejal-jejalkan miliknya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak  bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang diakibatkan  oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin terangsang. Bukan lagi  kuluman dan jilatan yang harusnya aku lakukan dengan lidah dan mulutku.
Dan  ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dengan meremas  kedua belah payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak mengaduh  kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dengan nafasnya yang  tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku. Dan pada saat hampir  bersamaan Bram juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih  berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang  kental dan hangat. Aku meronta, ingin mengeluarkan banda itu dari dalam  mulutku, namun tangan Bram yang kokoh tetap menahan kepalaku dan aku  tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan  kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan  sampai meluap keluar membasahi daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke  leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan  semua yang ada supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku. Aku  memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang  tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga  di dalam diriku. Sungguh sangat erotis merasakan siksa birahi semacam  ini hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian kalinya.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar